Sunnah Menurut Ulama Hadis Hingga Ulama Sufi

Mursyid pertama Thariqah Sadziliyah di Pondok PETA yakni Kiai Mustaqim bermula ketika ia didatangi oleh Kiai Abdul Razzaq dari Tulungagung yang meminta ijazah wirid kepada Kiai Mustaqim dan mendesaknya. Kemudian setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Kiai Abdul Razzaq membuka tasnya yang berisi beberapa buku dan dipersilakannya Kiai Mustaqim mengambil salah satu di antaranya. Kiai Mustaqim kemudian mengambil buku yang isinya wirid Thariqah Sadziliyah.

Kemudian ditalqinlah Kiai Mustaqim oleh Kiai Abdul Razzaq dan setelah itu ia berkata, “Mulai saat ini pengajaran Thariqah Sadziliyah pindah ke tempat ini.”

Sejak saat itu Kiai Mustaqim bergerak menanamkan bibit Thariqah Sadziliyah kepada para muridnya hingga tutup usia pada Ahad, 8 Maret 1970.

Setelah mursyid pertama wafat, estafet kepemimpinan thariqah diserahkan kepada Kiai Abdul Jalil Mustaqim yang ditunjuk langsung oleh ayahnya sebagai mursyid berikutnya. Hal ini mulai terlihat ketika tiap kali ada baiat, maka Kiai Abdul Jalil lah yang diperintahkan untuk menggantikan ayahnya.

Ketika jenazah Kiai Mustaqim hendak dipusarakan pada Hari Senin, Kiai Asyari Ibrahim memberi sambutan atas nama keluarga dan mengemukakan bahwa yang mengganti kemursyidan Kiai Mustaqim adalah Kiai Abdul Jalil. Maka sejak saat itu Kiai Abdul Jalil secara formal resmi menjadi mursyid. Ia membimbing murid-muridnya dengan sabar, telaten, bijak dan waspada hingga akhir hidupnya pada Jumat, 7 Januari 2005.

Selepas kepergian Kiai Abdul Jalil, yang ditunjuk secara formal untuk menggantikan posisi mursyid adalah Kiai Muhammad Harir Sholehudin. Sama seperti ayahnya dahulu, setiap kali ada baiatan, ia lah yang diperintahkan untuk membaiat para murid sebagaimana yang diajarkan oleh kakeknya dan ayahnya.

Kegiatan yang Diselenggarakan oleh Jam’iyyah Dari Masa ke Masa

Pada masa Kiai Mustaqim, para murid Syadziliyah selain dibimbing dalam hal wirid, juga diajak bersama-sama melakukan bela negara. Mereka dilatih pencak silat yang setiap gerakan diiringi dengan Zikir Ismu Dzat.

Kiai Mustaqim memberikan pengertian bahwa bangsa Indonesia saat ini tengah terjajah. Maka butuh kegiatan fisik untuk Ikhtiar agar bangsa Indonesia merdeka dan terbebas dari penjajahan. Kiai Mustaqim juga memberikan pengertian bahwa perlakuan Jepang kepada bangsa Indonesia adalah tidak benar menurut ajaran islam.

Kiai Mustaqim juga bersemangat memberikan bimbingan kepada para murid agar mengikuti jam’iyyah yang didirikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari yaitu Jam’iyyah Nahdhatul ulama. Ungkapan rasa cinta dan peneladanan darinya agar murid thariqah ikut dalam perjuangan Nahdlatul ulama.

Kiai Mustaqim menanam bibit kecintaan berzikir kepada Allah dan menarik semangat masyarakat terhadap ajaran Thariqah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, dimulai dari perguruan pencat silat yang saat itu digemari oleh kebanyakan orang dan menjulukinya sebagai ” Pendekar ” yang tangguh lahir batin.

Perjuangan Mbah Kiai Mustaqim dalam memantapkan ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan Nahdlatul Ulama serta kesadaran terhadap Bela Negara diketahui oleh Jepang. Hingga pada suatu saat ia bersama para murid thariqahnya serta para kiai dipangil oleh Jepang dan disiksa. Kemudian dimasukkan dalam gerbong kereta api dan dibakar. Namun ia tetap terlihat sangat kuat.

Selanjutnya pada era Kiai Abdul Jalil Mustaqim, ia melanjutkan kegiatan yang telah dilakukan oleh ayahnya yaitu baiat, suluk, khususiyah, pengajian fiqih tauhid dan thariqah atau akhlaq, ditambah kegiatan rutinitas yang dilaksanakan dengan tertib terjadwal.

Setiap malam Jum’at Kliwon, rutin diadakan khususiyah bersama para ketua kelompok, imam-imam khususiyah, para pemegang Qur’an di kelompok atau titik masing-masing. Setiap malam Jum’at Wage membaca wirid burdah dan setiap malam Senin pengajian fiqih tauhid tasawuf.

Para murid Syadiliyah di samping dibimbing dalam hal wirid, juga diajak bersama-sama melakukan Bela Negara sebagaimana yang diajarkan oleh Kiai Mustaqim. Kiai Abdul Jalil juga bersemangat memberikan bimbingan kepada para murid agar mengikuti Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Tatkala gerakan pemuda Ansor (Banom Nahdlatul Ulama) dibatasi kegiatannya pada zaman Presiden Soeharto, Kiai Abdul Jalil mendirikan persatuan pemuda yang di beri nama ANU singkatan dari Anak Nahdlatul Ulama bergerak sebagaimana gerakan pemuda Ansor.

Murid-murid PETA yang tergabung dalam gerakan ANU selalu diterjunkan pada kegiatan-kegiatan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama seperti istighasah kubra yang diselenggarakan oleh PBNU di Tambak Sari Surabaya dan Brawijaya Surabaya, sebagai peserta istighasah sekaligus pengamanan bersama barisan Ansor serbaguna.

Kiai Abdul Jalil juga membimbing para murid PETA dalam hal perekonomian, kesehatan, politik, baik pada legislatif maupun eksekutif. Dalam hal yudikatif, ia menugaskan murid PETA yang menjadi mahasiswa untuk belajar hukum, yang nantinya akan ditugasi untuk mendirikan lembaga bantuan hukum. Sehingga murid-murid tidak hanya dibimbing pada keindahan akhlak, tapi juga berkontribusi terhadap negara.

Kiai Abdul Jalil memiliki slogan yang sangat menjiwai para murid dan orang-orang umum, yakni berdasarkan pada Surat Al-Infithar ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِۙ

“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Mulia,”

Selain itu, ada lagi slogan Kiai Abdul Jalil yang sangat terkenal di kalangan umum,

“Biasakan, karena ucapanmu seperti halnya keinginan hatimu.” Juga slogan, “Di sini tidak ada penyesalan, yang ada cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di samping mengerti hak terhadap sesama.”

Pada masa Kiai Abdul Jalil, Thariqah Syadziliyah mengalami perkembangan yang pesat. Banyak orang dari berbagai daerah tertarik ingin masuk dalam bimbingan Thariqah Syadiliyah. Oleh sebab itu, pada masa Kiai Abdul Jalil ini, disebut sebagai era pengembangan, karena jumlah jamaah yang kian membludak.

Pada masa berikutnya, yakni pada masa Kiai Muhammad Harir Sholehudin, kegiatan yang diberikan kepada para murid adalah kegiatan yang universal, bersentuhan dengan Internal murid thariqah maupun eksternal kehidupan sosial dan kemajuan masyarakat yang bersifat penataan administrasi, baik urusan batin maupun urusan lahir.

Kegiatan rutinitas yang bersifat internal seperti baiat, ijazah hizb, suluk, khususiyah, pengajian thariqah, ditambah pendataan murid thariqah secara utuh meliputii asal, umur, golongan darah, pencaharian, jumlah keluarga, keadaan keluarga dan sebagian diurus secara tertib.

Sedangkan kegiatan rutinitas yang bersifat eksternal menampung para muhibbin atau simpatisan dengan melakukan penataan perekonomian melalui ikhtiar pendirian BMT, penataan usaha kesehatan, bimbingan haji dan umrah melalui PETA indah, bimbingan hukum melalui LBH, bimbingan politik baik dari kalangan legislatif maupun eksekutif, bimbingan bela diri melalui pelatihan pencak silat, bimbingan bela negara melalui pelatihan ketentaraan dan kepolisian, aktif pada kegiatan Jam’iyah Nahdlatul Ulama dan banom-banomnya termasuk mengikuti JATMAN.

Membaca kegiatan yang dilakukan mulai awal hingga sekarang bisa ditarik kesimpulan sementara bahwa pada era Kiai Mustaqim adalah era pembibitan, pada era Kiai Abdul Jalil adalah era pengembangan dan pada era Kiai Muhammad Harir Sholehudin adalah era penataan.