Kemanfaatan Hukum Metro Kaltara

Kemanfaatan Hukum

Menurut Achmad Ali, bahwa aliran etis dapat dianggap sebagai ajaran moral ideal, atau ajaran moral teoretis; sebaliknya ada aliran yang dapat dimasukkan dalam ajaran moral praktis, yaitu aliran utilitas. Pakar-pakar penganut aliran utilitas ini, terutama adalah Jeremy Bentham, yang dikenal sebagai the father of legal utilitarianism. Selain Bentham, juga James Mill, dan John Stuart Mill; tetapi Jaremy Bentham-lah merupakan pakar yang paling radikal di antara pakar utilitas. Penganut aliran utilitas ini menganggap, bahwa tujuan hukum semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafat sosial, bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya.

Jeremy Benthan ( ) adalah seorang filsuf, ekonom, yuris, dan reformer hukum, yang memiliki kemampuan untuk memformulasikan prinsip kegunaan/kemanfaatan (utilitas) menjadi doktrin etika, yang dikenal sebagai utilitarianism atau madhab utilitis. Prinsip utility tersebut dikemukakan oleh Bentham dalam karya monumentalnya Introduction to the Principles of Morals and Legislation (1789). Bentham mendefinisikannya sebagai sifat segala benda tersebut cenderung menghasilkan kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan, atau untuk mencegah terjadinya kerusakan, penderitaan, atau kejahatan, serta ketidakbahagiaan pada pihak yang kepentingannya dipertimbangkan. Menurut Bentham, alam telah menempatkan manusia di bawah pengaturan dua penguasa yang berdaulat (two sovereign masters), yaitu penderitaan (pain) dan kegembiraan (pleasure).

Keduanya menunjukkan apa yang harus dilakukan, dan menentukan apa yang akan dilakukan. Fakta bahwa kita menginginkan kesenangan, dan berharap untuk menghindari penderitaan, digunakan oleh Bentham untuk membuat keputusan, bahwa kita harus mengejar kesenangan. Aliran utilitas yang menganggap, bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat. Aliran utilitas memasukkan ajaran moral praktis yang menurut penganutnya bertujuan untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin warga masyarakat. Bentham berpendapat, bahwa negara dan hukum semata-mata ada hanya untuk manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat. Itulah sebabnya Jeremy Bentham

prinsip kemanfaatan hukum tersebut, maka John Rawls, mengembangkan sebuah teori baru kemudian terkenal dengan motonya, bahwa tujuan hukum adalah untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang terbedar, untuk terbanyak orang).

Konsep Jeremy Bentham mendapat kritikan yang cukup keras. Dengan adanya kritik-kritik terhadap yang menghindari banyak masalah yang tidak terjawab oleh utilitarianism. Teori kritikan terhadap utilitas dinamakan teori Rawls atau justice as fairness (keadilan sebagai kejujuran).

Kritik Rawls tegasnya, bahwa untuk memperbesar kebahagiaan, terlebih dahulu tentunya, harus memiliki ukuran kebahagiaan. Lalu, bagaimana caranya mengukur kebahagiaan itu? Sesuatu yang menyenangkan seseorang, belum tentu juga menyenangkan bagi orang lain. Seseorang yang senang membaca, kemungkinan besar tidak senang berjudi. Sebaliknya, seseorang yang senang berjudi, juga kemungkinan besar tidak senang membaca. Bahkan, bagi kita sendiri, sangat sulit untuk mengukur kebahagiaan.

Hal-hal yang berbeda memberikan kesenangan yang berbeda pula, yang sulit untuk diperbandingkan. Bagaimana caranya membandingkan kebahagiaan yang diperoleh dari makan dan kebahagiaan yang diperoleh dari membaca? Bahkan, hal yang serupa, seperti makan, dapat memberikan kesenangan yang berbeda tingkatannya, pada waktu dan suasana yang berbeda. Makan, jauh lebih menyenangkan ketika sedang kelaparan, daripada ketika sedang kenyang. Jadi, dapat dilihat, bahwa kebahagiaan tidak mungkin untuk didefinisikan dan diukur secara konkret. Teori lain yang mencoba untuk mencari jalan tengah di antara kedua teori di atas, yakni Teori Pengayoman.

Dalam teori ini dinyatakan, tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia, baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif yakni upaya menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar; sedangkan secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak. Memang teori tersebut tampak berusaha menggabungkan kelemahan-kelemahan terhadap keadilan hukum dan kepastian hukum. Teori Pengayoman dalam pandangan secara aktif, menunjukkan pada suatu teori kemanfaatan hukum; sementara dalam pandangan secara pasif, menunjukkan pada suatu teori keadilan hukum.***