Bagaimana Posisi Budaya Dalam Pembelajaran Bahasa

A. Pendahuluan

Suka-suka berbagai teori mengenai relasi bahasa dan kebudayaan. Ada nan mengatakan bahasa itu adalah bagian dari kebudayaan, tetapi ada pulayang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan yaitu dua kejadian yang berbeda, namun mempunyai pertautan yang sangat erat, sehingga bukan dapat dipisahkan. Cak semau yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala apa hal yang ada kerumahtanggaan kultur akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, terserah kembali nan mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan pernalaran makhluk alias masyarakat penuturnya.

Menurut Koentjaraningrat sama dengan dikutip Abdul Chaer dan Leonie Agustina dalam daya
Sosiolinguistik
bahwa bahasa putaran dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan peradaban yakni ikatan nan subordinatif, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Namun pendapat tidak ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kultur n kepunyaan ikatan yang koordinatif, yakni relasi nan proporsional, yang kedudukannya sama hierarki.

Bahasa yaitu sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah onderdil nan berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat bersistem dan juga bersifat sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu acuan tertentu. Sistemis artinya bahasa tersebut bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem.

Sistem bahasa yang dimaksud di atas yakni maujud lambang-lambang dalam rangka bunyi yang stereotip disebut obstulen ujar atau simbol. Setiap lambang bahasa mengandung sesuatu yang disebut makna alias konsep. Bahasa bagaikan sebuah fonem yang berperilaku rawak (arbitrer), protokoler, produktif serta dinamis memiliki banyak kemujaraban. Menurut Dell Hymes (1964) ada lima fungsi bahasa, yaitu (1) menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial, (2) mengemukakan pengalaman mengenai keindahan, kebaikan, keluhuran fiil, (3) mengatur kontak sosial, (4) mengatur perilaku, dan (5) menyibakkan perasaan.

Secara spesial banyak pandai yang berekspansi fungsi-fungsi bahasa sesuai dengan sarana penggunaannya. Sekadar, pada dasarnya, bahasa dapat berfungsi sesuai dengan kehausan sang penggunanya bila bahasa nan digunakan dalam berkomunikasi dapat membentangkan maksud atau menerimakan informasi buat orang lain yang diajak berkomunikasi. Dalam roh bermasyarakat, banyak teoretis penggunaan bahasa yang dilakukan maka dari itu hamba allah, model bahasa yang digunakan tersebut tentunya akan mempunyai fungsi dan dampak nan berbeda-beda. Sepanjang mana acuan bahasa tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi eksploitasi bahasa dan hubungan bahasa dengan kebudayaan akan coba kita bahas dalam bagian ini.

Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa ibarat radas komunikasi secara genetis hanya suka-suka lega manusia. Implementasinya orang mampu mewujudkan lambang alias membagi nama guna menandai setiap siaran, sedangkan binatang tidak mampu berbuat itu semua. Bahasa spirit di n domestik masyarakat dan dipakai maka dari itu warganya untuk berkomunikasi. Kontinuitas spirit sebuah bahasa terlampau dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi n domestik setiap pencerita dan berkaitan dengan segala hal yang dialami penuturnya. Dengan kata lain, budaya yang terletak di sekitar bahasa tersebut akan ikut menentukan durja dari bahasa itu sendiri.

Keanekaragaman bahasa (multilingualisme) tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman budaya (multikulturalisme). Ditinjau dari segi budaya, bahasa termasuk aspek budaya, khasanah bahasa merupakan sesuatu nan menguntungkan. Bermacam ragam bahasa itu akan merefleksikan kekayaan budaya yang ada pada masyarakat pemakainya (multikultural). Akan sahaja, apabila ditinjau dari segi bahasa, multilingual boleh menimbulkan permasalahan dalam berkomunikasi.

Sosiolinguistik bukanlah sekadar pembahasan campuran antara ilmu bahasa dan sosiologi atau ilmu sosial lainnya, doang di dalamnya juga tercakup prinsip-prinsip setiap aspek hidup yang berkaitan dengan fungsi sosial dan kultural. Maka itu karena itu, agar pembahasan ini tidak meluas, dabir membatasinya pada “Bahasa dan Budaya” perumpamaan aspek kultural jiwa sehari-waktu.

Banyak ahli dan peneliti sepakat bahwa bahasa dan budaya adalah dua keadaan yang tidak boleh dipisahkan. Tutur saja di antaranya Suryadi (2009), kerumahtanggaan makalahnya
Pernah Antara Bahasa dan Budaya,
Beliau menyebutkan bahwa bahasa adalah produk budaya pengguna bahasa. Sebelumnya, juru-pakar linguistik juga sudah cocok antara bahasa dan budaya memiliki amatan erat. Kajian yang dulu terkenal dalam hal ini adalah teori Sapir-Whorf. Kedua pandai ini menyatakan, Jalan manah dan kebudayaan satu publik ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya (Chaer, 2003: 61).

Temporer itu, Piaget (privat Herman, 2009: 1), seorang sarjana Perancis, menyebutkan bahwa budaya (pikiran) akan membentuk bahasa seseorang. Bersumber sinilah lahir teori pertumbuhan pemahaman oleh Piaget. Abnormal berbeda dengan itu, Vigotsky (internal Herman, 2009: 1), sarjana Rusia, berbendapat bahwa jalan bahasa lebih tadinya suatu tahap sebelum berkembangnya pemikiran (budaya) nan kemudian keduanya bertemu sehingga melahirkan pikiran berbasa dan bahasa nanang. Noam Chomsky juga sepakat bahwa analisis bahasa n kepunyaan dempang kaitan dengan budaya. Demikian halnya dengan Eric Lenneberg yang n kepunyaan kesamaan rukyat dengan teori kebahasaan nan dikemukakan oleh Chomsky dan Piaget dalam Chaer (2003: 52-58).

.

B. Bahasa

1. Signifikansi Bahasa

Istilah bahasa n domestik bahasa Indonesia, seperti mana
language, dalam bahasa Inggris,
taal
kerumahtanggaan bahasa Belanda,
sprache
dalam bahasa Jerman,
lughatun
intern bahasa Arab dan
bahasa
internal bahasa Sansekerta. Istilah-istilah tersebut, sendirisendiri mempunyai aspek solo, sesuai dengan pemakainya, untuk menamakan suatu unsur kebudayaan yang n kepunyaan aspek yang silam luas, sehingga merupakan konsep yang tidak mudah didefinisikan, seperti yang diungkapkan maka dari itu para ahli.

Secara sederhana, bahasa dapat diartikan bagaikan perangkat cak bagi menyampaikan sesuatu yang terlintas di internal hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa yaitu perabot lakukan beriteraksi maupun alat lakukan berkomunikasi, kerumahtanggaan fungsi peranti untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam riset sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, riil obstulen, berperangai arbitrer, makmur, dinamis, bermacam-macam dan manusiawi (Chaer dan Leonie Agustina, 2022: 11).

Bahasa yaitu sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah suku cadang yang berpola secara tegar dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa merepresentasi sesuatu yang disebut makna ataupun konsep. Karena setiap fonem itu n kepunyaan atau menyatakan satu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa nan berbunyi
nasi
melambangkan konsep atau makna
sesuatu yang biasa dimakan hamba allah sebagai makanan trik.

Denotasi Bahasa menurut (Depdiknas, 2005: 3)Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan manusia secara koheren, nan mempergunakan bunyi sebagai alatnya. Menurut Harun Rasyid, Mansyur & Suratno (2009: 126) bahasa merupakan struktur dan makna yang independen pecah penggunanya, sebagai etiket yang mengijmalkan suatu tujuan. Padahal bahasa menurut kamus lautan Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002: 88) bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan makanya semua insan atau anggota umum kerjakan bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laris yang baik, bermoral santun yang baik.

Sturtevent berpendapat bahwa bahasa adalah sistem lambang absolut, riil bunyi yang digunakan oleh anggota-anggota suatu kelompok sosial bakal berkolaborasi dan silih bersambung. Sedangkan menurut Chomsky (1957: 13),
language is a set of sentences, each finite length and contructed out of a finite set of elements.
Memfokuskan pendapat tersebut, Keraf (1997: 1) mengatakan bahwa bahasa yakni organ komunikasi antara anggota umum, substansial lambang bunyi kritik nan dihasilkan oleh perkakas ujar manusia.

Masih banyak pula definisi mengenai bahasa nan dikemukakan oleh para pakar bahasa. Setiap batasan yang dikemukakan tersebut, pada umumnya memiliki konsep yang sama, walaupun terdapat perbedaaan dan penekanannya. Terlepas pecah kemungkinan perbedaan tersebut, dapat disimpulkan sebagai halnya dinyatakan Linda Thomas dan Shan Wareing (2007) intern taktik
Bahasa, Publik, dan Kekuasaan
bahwa riuk satu cara dalam menelaah bahasa ialah dengan memandangnya perumpamaan mandu sistematis cak bagi menggabungkan unit-unit kecil menjadi unit-unit yang lebih besar dengan tujuan komunikasi. Sebagai contoh, kita menggabungkan bunyi-bunyi bahasa (fonem) menjadi kata (butiran leksikal) sesuai dengan aturan dari bahasa yang kita gunakan. Granula-granula leksikal ini kemudian digabungkan lagi untuk membuat struktur tata bahasa, sesuai dengan aturan-sifat sintaksis internal bahasa. Dengan demikian bahasa merupakan ujaran yang diucapkan secara lisan, verbal secara rawak. Lambang, huruf angka, dan isyarat nan digunakan internal bahasa mengandung makna yang berkaitan dengan situasi hidup dan pengalaman nyata manusia.

.

2. Etika Berbahasa

Telah dijelaskan bahwa interelasi antara bahasa dan tamadun itu berkepribadian koordinaif atau subordinatif yang keduanya mempunyai hubungan yang habis erat dan saling memengaruhi. Menurut Masinambouw (dalam Crista, 2012: 2), nan mengatakan bahasa sistem bahasa punya fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi bani adam didalam masyarakat, sehingga di internal tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem tindak laris berbahasa menurut norma-norma budaya disebut laksana etika berbahasa atau pengelolaan cara berbahasa (Inggris:
linguistic etiquette,
Geertz, 1973).

Etika berbudi akrab berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sitem budaya yang berlaku n domestik suatu publik. Seseorang hijau dapat dikatakan juru berpendidikan apabila kamu mengendalikan manajemen pendirian atau etika berpendidikan itu. Amatan mengenai etika beradat ini lumrah disebut etnografi berpendidikan. Menurut Kridalaksana (1982: 14) dalam bahasa Indonesia suka-suka 9 jenis pembukaan untuk menamai seseorang, merupakan:

a) pronomina persona, yakni
engkau

dan
engkau

b) nama diri,
misalnya dika dan nita

c) istilah perkerabatan, seperti
kiai, ibu, uni,

dan
adik

d) gelar dan pangkat, seperti
dokter, professor, letnan,

dan
kolonel

e) bentuk nomina pelaku (pe+verba), seperti
penonton, pendengar,

dan
pecandu

f) rang nomina+ku, sama dengan
tuhanku, bangsaku,

dan
anakku

g) kata-prolog deiktis, seperti
sini, situ,

atau
di situ

h) bentuk nomina tidak seperti
awak, bung,

dan
tuan

i) rangka zero, tanpa kata-pengenalan

Aspek sosial budaya yang harus dipertimbangkan kerjakan menunggangi perkenalan awal sapaan itu adalah yang disapa itu lebih tua, setimbang, lebih muda, atau kanak-kanak; martabat sosial lebih hierarki, setinggi, atau lebih rendah; situasinya lumrah atau tidak resmi, rapat persaudaraan alias tidak hampir, wanita atau pria; sudah dikenal atau belum dikenal, dan sebagainya. Setiap budaya n kepunyaan rasam yang farik dalam mengatur volume dan nada suara minor. Para penutur dari Sumatra Utara dalam berbudi Batak menggunakan debit suara miring nan lebih tinggi disbanding dengan para penutur bahasa Sunda dan Jawa. Selain itu, buat tujuan-harapan tertentu piutang dan nada suara ini juga umumnya berlainan.

Gerak-gerik fisik n domestik etika berujar menyangkut dua kejadian yakni nan disebut kinesik dan proksimik. Kinesik meliputi aksi mata, pergantian ekspresi tampang, pergantian posisi kaki, gerakan tangan bahu, penasihat, dan sebagainya. Gerakan mata dan bos dulu terdahulu di dalam etika berbahasa. Gerakan kepala lagi mempunyai arti penting didalam etika berbahasa. Bagi bani adam yunani kuno gerakan pembesar ke bawah signifikan ya dan manuver kepala ke atas berguna tak. Hal ini berbeda dengan di Indonesia: gerakan ke bawah menyatakan ya dan untuk menyatakan lain adalah gerakan ke samping kiri dan kanan. Orang Amerika bila mengucapkan selamat tinggal disertai dengan lambaian telapak tangan ke bawah, cuma manusia-sosok Eropa melakukan hal itu dengan punggung tangan ke atas, disertai dengan operasi jari-jari tangan ke tampang kebelakang. Banyak lagi gerak-gerik anggota tubuh nan harus diperhatikan dalam bertindak tutur.

Proksimik adalah jarak jasad di dalam berkomunikasi atau bercakap-cantik. Privat pembicaraan yang sanding antara budaya yang suatu dengan budaya yang lain rata-rata berlainan. Di Amerika Paksina, kerumahtanggaan pembicaraan antara dua orang nan belum ganti mengenal, biasanya berjauhan empat tungkai. Bila seorang mendekat, maka nan enggak akan memulur untuk menjaga jarak itu. Sahaja di Amerika Latin jarak itu galibnya dua maupun tiga khalayak Amerika Lor kebudayaan akan merasa malu-malu. Aturan jarak dalam berbicara di Amerika Utara dipahami oleh semua orang n kepunyaan maksud tertentu.

Bila dua cucu adam Amerika berbicara intern jarak satu kaki atau abnormal, maka yang dibicarakan lazimnya sangat bersifat rahasia. Sreg jarak dua ataupun tiga suku, maka yang dibicarakan persoalan pribadi, dan pada jarak catur maupun lima tungkai ialah persoalan nan nonpribadi (impersonal). Bila bersabda dengan basyar banyak, jaraknya biasanya antara dasa sampai dua puluh kaki. Lebih dari dua puluh suku, tentunya yang bisa terjadi hanya ucapan selamat, lain kelihatannya ada interaksi verbal.

Secara terpisah, kinesik dan proksimik ini yakni alat komunikasi juga yaitu alat komunikasi nonverbal atau gawai komunikasi nonlinguistik, yang absah dibedakan dengan perlengkapan komunikasi verbal atau alat komunikasi ilmu bahasa. Dalam koneksi langsung, lazimnya kedua alat komunikasi ini digunakan cak bagi mencecah kesempurnaan interaksi.

.

3. Konsep Lengkap Fungsi Bahasa

Sebelum kita mencoba menggunjingkan satu per satu dari konseptual keistimewaan bahasa yang digunakan, teristiadat kita perhatikan bahwa istilah fungsi di sini bukan boleh disamakan dengan penggunaan istilah oleh para ahli linguistik aliran Neo-Prague atau pendapat Martinet (1961) mengenai deskripsinya tentang bahasa. makna khasiat yang kita harapan dalam pembahasan kamil faedah bahasa ini adalah hubungan yang terwalak antara kode dan pemakaiannya.

Untuk takhlik model-lengkap bahasa yang dipakai kita perlu memahami pemikiran mengenai neko-neko definisi bahasa yang dikemukakan oleh para tukang, serta bagaimana definisi tersebut dapat menjadi titik sediakala nan baik untuk membahas hal ini. Defini permulaan bermula dari istilah arogannya Aristoteles yang mengatakan bahasa perumpamaan gawai, yang merupakan sistem simbol yang sewenang-wenang yang digunakan masyarakat bakal ki beralih informasi (Hormann, 1971: 5).

a. Model Teori Publikasi

Konseptual teori mualamat pada tahun 1948 dikembangkan oleh Shannon (dalam Hormann, 1971: 51). Model teori informasi ini dapat dikatakan sebagai model mulai sejak keadaan-peristiwa dan fakta yang terjadi bila seorang penceramah mengomunikasikan sebuah wanti-wanti kepada koteng pendengar, yaitu hal ujar yang mengandung tingkah ujar.

Berusul diagram di atas dapat dikatakan bahwa, dengan adanya sumber nan hipotetis, maka saluran dan penerima tidak akan mengalami gangguan, yaitu pesan yang ingin disalurkan berpangkal sumber akan bisa diterima dengan baik alias utuh oleh penerima dengan bukan mengurangi intensi yang kepingin disampaikan terbit sumber tersebut. Cuma, pada kenyataannya dalam berkomunikasi tetap akan mengalami gangguan yang akan menghambat pengajian pengkajian pesan secara utuh. Rayuan itu bisa muncul bersumber keseleo suatu komponen di atas (sumber, sungai buatan dan penerima).

.

Sreg peristiwa sebut, sang pensyarah dan si pendengar harus memiliki kesamaan repertoire atau khasanah bahasa yang dimiliki seseorang yang berwujud dialek atau ragam bahasa/pengetahuan bahasa. Kejadian ini dikarenakan efisiensi pengalihan kabar tergantung pada tingkat repertoire nan terdapat antara individu tersebut.

b. Model Antropologi

Para ahli antropologi secara konsisten telah mengkaji gayutan antara bahasa dan tamadun, enggak doang penundukan bahasa pada diri anggota kelompok budaya melainkan sekali lagi adanya pengakuan bahwa aktivitas budaya yaitu aktivitas kebahasaan yang mampu mengekspresikan dan mengalihkan pesan melangkaui sebuah ujaran (Kroeber,1963: 33). Ada banyak peperangan dalam antropologi nan mencantol hubungan antara kedua hal, bahasa dan kultur ataupun bahasa dalam kebudayaan. Sejauh transmisi alias pengiriman pesan berpangkal seseorang ke orang lain terserah dan mekanisme pembentukannya jelas maka bahasa dan kebudayaan adalah suatu wahdah.

Berikut ini disajikan sebuah model yang mungkin dapat dipakai bikin menunjukkan perikatan antara bahasa dan kebudayaan dalam bentuk skema.

.

Menurut Sapir (kerumahtanggaan Mandelbaum, 1966: 69) Faktanya yakni bahwa dunia nyata dalam banyak hal memang dibentuk secara lain sadar pada kebiasaan-aturan bahasa yang cak semau plong keramaian tersebut.

c. Lengkap Sosiologi

Sebagai halnya halnya antropologi, sosiologi kembali mengkaji sosok dalam masyarakat, tetapi lebih cenderung menegaskan perhatiannya pada kelompok-kelompok besar yang ada intern masyarakat, sementara antropologi lebih memusatkan lega kerubungan-gerombolan kecil yang nisbi homogen. Sekarang ilmu masyarakat lagi punya minat internal bahasa dengan mengintai jaringan kerja dengan alas kata-kata dan situasi yang sebagian penunjangnya adalah keanekaragaman kata-kata serta peran bahasa ibarat masalah nan bersifat penting intern proses pemasyarakatan serta peran manusia melalui proses komunikasi. Jika demikian halnya, keresahan yang lalu sangkutan diungkap bahwa sosiolinguistik dianggap sakat pada sosiologi itu tidak mendasar sekufu sekali, karena hipotesis yang dikemukakan bukan presumsi rengsa yang adalah korelasi antara bentuk bahasa dan keanggotaan n domestik kelas sosial, tapi inferior sosial didefinisikan dari segi linguistik.

Sementara itu, kita dapat meladeni model yang pada pokoknya bersifat sosiologis dalam bentuk grafik di mana struktur-struktur kognitif, sosiologis, dan linguistik kelihatan merupakan peristiwa-keadaan ujar yang terpadu.

.

Model ini mengutarakan bahwa struktur sosial, peran, dan kode yang timbul refleks, semuanya mengadakan interreaksi dengan menciptakan menjadikan transisi yang mungkin kerumahtanggaan masyarakat, dalam interaksi sosial dan dalam bahasa. Pada level serebral, perencanaan lisan yang dengan sendirinya memengaruhi dan dipengaruhi maka dari itu struktur sosial menimbulkan makna yang ditunjukkan makanya tingkah peran dan eksploitasi kode nan ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa sebut.

d. Abstrak Psikologi

Puas banyak eksplorasi nan dilakukan oleh para pandai tentang macam-macam konsepsi bahasa dan model-lengkap untuk membuat deskripsi di dalam aji-aji-ilmu pesiaran tentang manusia, hasilnya telah memusat ke arah unit kajian terkecil yaitu tingkah kayun basyar dan tingkah kayun sosial internal diri turunan, dalam psikologi sosial. Pada Psikologi sosial ini terletak asumsi bahwa unit kajiannya haruslah peristiwa-peristiwa tingkah laku antarpersonal dan tujuan berasal disiplin ilmu tersebut harus konkret penemuan atau pengungkapan hukum-hukum yang menguraikan tentang sifat kejadian, perkembangan, serta perubahan peristiwa-hal sedemikian itu (Krech, 1962: 3f).

Dalam usaha mencapai tujuan-tujuannya, ilmu jiwa sosial menjumut prinsip-kaidah psikologi umum keefektifan mencerna bagaimana hamba allah itu mengembangkan harapan-harapan sosialnya, bagaimana pengamatannya tentang orang lain dan kerumunan serta bagaimana ia belajar berusul tingkah laku sosial (Bell, 1990: ).

.

Ilmu jiwa sosial sebagian mencakup masalah-ki kesulitan sosiologi, kelas sosial, status, norma-norma tingkah laku, sifat, organisasi keramaian dan enggak-lain. Doang psikologi sosial berbeda dengan ilmu masyarakat, karena psikologi sosial mengonsentrasikan diri pada tingkah laku individu, bukan keesaan individu-cucu adam, dan struktur-struktur sosial sreg detik individu itu menjaadi partisipan di dalam proses sosial. Berikut digambarkan garis ki akbar model sosial psikologi dari proses interaksi yakni situasi ujar yang mungkin disebabkan oleh serangkaian tingkah ujar.

4. Kurnia-Fungsi Bahasa

Secara umum, keefektifan bahasa merupakan organ lakukan berkomunikasi baik secara lisan maupun komunikasi tulis. Namun, lebih singularis faedah bahasa dapat digolongkan dalam bilang adegan, antara lain, bahasa mempunyai kekuatan kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perorangan, dan fungsi pendidikan (Nababan, 1991: 38). Bahasa seumpama perkakas komunikasi memiliki fungsi nan bisa dijelaskan laksana berikut:

a. Fungsi proklamasi,
Fungsi ini untuk menyampaikan informasi timbal-pesong antaranggota keluarga atau anggota-anggota publik. Berita, pengumuman, petunjuk pernyataan oral alias tulisan melalui wahana agregat ataupun elektronik yakni wujud guna bahasa misal fungsi informasi.

b. Fungsi ekspresi diri,
Guna ini bikin menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau tekanan-impitan perasaan pensyarah. Bahasa seumpama alat mengekspresikan diri ini bisa menjadi sarana untuk menyatakan eksistensi (kesanggupan) diri, membebaskan diri terbit tekanan emosi dan lakukan menarik pikiran anak adam.

c. Maslahat orientasi dan integrasi,
Fungsi ini untuk menyesuaikan dan mengawinkan diri dengan anggota masyarakat. Melangkaui bahasa seorang anggota mahajana sedikit demi sedikit belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku dan etika masyarakatnya. Mereka menyesuaikan diri dengan semua suratan yang berlaku dalam masyarakat melewati bahasa. Seandainya koteng mudah beradaptasi dengan umum di sekelilingnya maka dengan mudah pula ia akan membaurkan diri (integrasi) dengan arwah masyarakat tersebut.
Dengan bahasa makhluk dapat saling berpaling pengalaman dan menjadi bagian dari pengalaman itu. Mereka memanfaatkan camar duka itu untuk kehidupannya. Dengan demikian mereka saling terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya. Bahasa menjadi peranti integrasi (pelarutan) bikin tiap manusia dengan masyarakatnya.

d. Fungsi otoritas sosial,
Fungsi ini bahasa berfungsi bikin mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Bila guna ini main-main dengan baik, maka semua kegiatan sosial akan berlangsung dengan baik pula. Sebagai abstrak pendapat seorang induk bala publik akan didengar dan ditanggapi dengan tepat bila ia dapat menggunakan bahasa nan komunikatif dan persuasif. Kegagalannya dalam menggunakan bahasa akan menghalangi pula usahanya n domestik mempengaruhi sikap dan pendapat sosok lain. Dengan bahasa seseorang dapat meluaskan fiil dan nilai-nilai sosial kepada tingkat nan bertambah berkualitas.

Setiap bahasa punya fungsi khusus. Bahasa Indonesia andai bahasa nasional mempunyai kurnia unik yang sesuai dengan maslahat bangsa Indonesia. Fungsi itu adalah sebagai:

a. Peranti bagi menjalankan administrasi negara.
Guna bahasa Indonesia seumpama alat untuk menjalankan administrasi negara terlihat dalam surat-surat resmi, surat keputusan, peraturan dan perundang-undangan, pidato dan persuaan protokoler.

b. Perabot pemersatu berbagai suku
Fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu beraneka rupa suku yang memiliki rataan belakang budaya dan bahasa nan berbeda-selisih.

c. Wadah pengumpul kebudayaan.
Semua mantra pesiaran dan kebudayaan harus diajarkan dan diperdalam dengan mempergunakan bahasa Indonesia sebagai medianya.

Ulah bahasa bisa diklasifikasikan beralaskan latar wacana. Dengan asal ini polah bahasa dapat dibedakan atas; a) ragam ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, ceramah, tulisan-tulisan ilmiah; b) ragam populer merupakan bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-perian dan n domestik garitan terkenal.

Ragam bahasa boleh digolongkan menurut kendaraan dibagi atas perbuatan verbal dan ragam coretan. Makna ragam lisan diperjelas dengan intonasi yakni, tekanan, nada, tempo suara miring dan setopan. Sedangkan pemakaian perbuatan coretan dipengaruhi oleh buram, model kalimat, dan tanda baca. Ragam bahasa berbunga ki perspektif pendidikan bisa dibagi atas bahasa baku dan bahasa tidak baku. Perbuatan baku menunggangi kaidah bahasa yang lebih komplet dibandingkan dengan polah tidak baku. Ciri ragam bahasa baku adalah a) memiliki kebiasaan kemantapan dinamis artinya konsisten dengan kaidah dan aturan yang tetap, b) memiliki sifat kecendekiaan, 3) bahasa resmi dapat menyingkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, konsekuen dan timbrung akal geladak.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa bahasa berperan terdepan dalam segala aspek sukma. la boleh mendukung orang dalam menjalankan tugasnya. Era globalisasi yang mutakadim datang pada tadinya 2003 membawa berbagai pembaharuan dalam bumi budaya dan teknologi. Masalahnya adalah dapatkah bahasa Indonesia tetap diakui keberadaannya di tanah airnya koteng. Hendaknya setia eksis karuan saja banyak tantangannya karena bahasa Asing dalam aspek tertentu lebih diterima oleh masyarakat daripada bahasa Indonesia. Perkembangan bahasa yang kalah cepat dengan kronologi teknologi industri dan ilmu pengetahuan sudah memunculkan masalah baru. Kelainan ini adalah Bagaimana Bahasa Indonesia dapat bermain maksimal sebagai alat angkut komunikasi n domestik era globalisasi.

Secara tradisional terserah tiga fungsi bahasa yang seharusnya terpisah tapi plong kenyataannya kira tumpang tindih, ada banyak persamaan pada fungsi bahasa ini hanya ada kembali beberapa perbedaannya, dan perbedaan itu terdapat sreg spesies informasi yang disampaikan maka dari itu tiap fungsi bahasa itu.

a. Arti kognitif adalah keistimewaan bahasa sebagai gawai bikin mengungkapkan gagasan, konsep, dan pemikiran. Faedah ini sejalan dengan keistimewaan bahasa secara umum umpama alat komunikasi untuk mengungkapkan ide alias gagasan.

b. Kebaikan Evaluatif yaitu keefektifan bahasa lakukan menyalurkan atau mengantarkan sikap serta poin-angka dalam komunikasi.

c. Fungsi Afektif yaitu keefektifan nan mengalihkan emosi serta perasaan internal komunikasi.

Pengusahaan bahasa pada lingkungan aji-aji pengetahuan membagi kemustajaban-fungsi kebahasaan sesuai dengan kegunaannya, pada ilmu Linguistik dan mantra Filsafat cenderung memfokuskan diri pada maslahat kognitif, aji-aji Sosiologi dan Ilmu jiwa Sosial lebih menentang pada kekuatan evaluatif semenjana pada hobatan Psikologi dan Suara Sastra mendatangi memfokuskan diri lega fungsi afektif semenjak bahasa tersebut.

.

5. Modifikasi Eksemplar Tradisional

Ketidakpuasan dengan contoh tiga kelebihan sejak periode 1960 telah menimbulkan banyak revisi nan dikemukakan, dan dua di antaranya yaitu nan dikemukankan maka dari itu Jakobson dan Halliday.

a. Fungsi Bahasa menurut Jakobson

Model Jakobson (1960) puas pokoknya berkaitan dengan sifat kesusastraan bahasa yang memberikan cara yang baik dengan daftar enam fungsi bahasa mayor yang menunjukkan bagaimana perubahan fokus berasal satu aspek peristiwa tutur ke aspek lain. Fungsi bahasa menurut Jakobson ini dapat dilihat bersumber segi sudut pandang penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.

1) Khasiat emotif atau fungsi personal yaitu fungsi bahasa dilihat dari sudut pandang pencerita, yaitu dimana si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya, si pendongeng bukan doang mengungkapkan emosi suntuk bahasa, doang pula memperlihatkan emosi itu serempak memajukan tuturannya. Dalam hal ini, pihak mustami akan dapat menduga atau melihat apakah si pencerita dalam keadaan dayuh, berang atau gembira dan yang lainnya.

2) Guna konatif ialah kelebihan bahasa dilihat mulai sejak segi pendengar maupun lawan bicara, yaitu guna bahasa yang mengatur tingkah laku pendengar. Di mana bahasa tidak doang menciptakan menjadikan si pendengar melakukan sesuatu, tetapi juga boleh mengamalkan kegiatan yang sesuai dengan keinginan sang pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penceramah dengan menunggangi kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permohonan, maupun alai-belai.

3) Kekuatan referensial atau kelebihan yang dilihat dari topik ujaran ialah kepentingan bahasa bagaikan alat lakukan membicarakan objek atau kejadian yang ada di sekeliling penutur alias nan ada intern budaya umumnya.

4) Guna puitik adalah guna bahasa nan dilihat berpangkal segi makrifat nan disampaikan adalah fungsi bahasa yang boleh digunakan buat menyampaikan perhatian, gagasan dan perasaan nan sebenarnya maupun yang cuma bersifat imajinasi saja.

5) Fungsi fatik adalah kemustajaban nan dilihat bermula segi gayutan antara penutur dan mustami, ialah kemujaraban bahasa yang berfungsi menjalin interelasi, memelihara, memperlihatkan pikiran persahabatan, ataupun kebersamaan sosial. Ungkapan-kata majemuk yang digunakan rata-rata mutakadim berpola setia, seperti mana pada tahun berjumpa, pamit, menanyakan kabar dan lainnya.

6) Fungsi metalinguistik ialah fungsi bahasa nan dilihat berusul segi kode yang digunakan adalah keefektifan bahasa yang digunakan untuk membicarakan bahasa itu seorang. Hal ini dapat dilihat privat proses penelaahan bahasa dimana mandu-cara atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa itu sendiri.

Model Jakobson ini dengan jelas mempertunjukkan masalah-problem yang mencoba menyusun semacam taksonomi terhadap kemujaraban bahasa itu.

b. Arti Bahasa menurut Halliday

Dalam serangkaian makalahnya Halliday (1973) menjelajahi hubungan yang ada antara fungsi dan penggunaan intern bahasa anak asuh-momongan dan bahasa insan dewasa. Ia mengajukan satu teori Semantik Sosiologis nan menunjukkan hilangnya tujuh fungsi pada bahasa anak asuh kecil (pra-sekolah) yang berubah menjadi tiga makrofungsi pada bahasa orang dewasa.

Anda berpendapat bahwa momongan kecil mempunyai tujuh fungsi bahasa yang memiliki korelasi yang sangat dekat, mula-mula dalam konversasi suatu oponen satu dengan bahasa, misalnya seorang anak ingin menanyakan permen merentang mengatakan
aku kepingin……., pemanfaatan bahasa ini tak begitu juga penggunaan bahasa puas orang dewasa nan lengkap. Karena adanya hubungan yang habis dempet antara bentuk bahasa dan fungsi sosial sreg anak tersebut, Halliday (1973: 27) mengemukakan pendapatnya bahwa sistem bahasa pada anak yang masih kerdil merupakan variasi nan rendah, apa nan dilakukan anak asuh katai n domestik bahasa merentang menentukan strukturnya.

Sejauh waktu pematangan, menurut Halliday, ketujuh fungsi bahasa momongan-anak itu berangsur digantikan oleh sistem yang lebih maya, lebih tinggi kredit kodenya tapi juga merupkan sistem fungsi yang lebih sederhana. Sistem ini cuma punya tiga makrofungsi yaitu, (1) kelebihan ideasional, (2) interpersonal, dan (3) tektual.

1) Kepentingan ideasional bahasa berkaitan erat dengan fungsi kognitif, tetapi lebih luas sifatnya karena mencakup dengan pemakaian istilah ekspresi pengalaman, aspek-aspek resan yang evaluatif dan afektif, pula kredit, emosi dan perasaan. Guna ideasional bahasa dikatakan berkaitan dengan ekspresi camar duka yang mencakup proses di internal ataupun di luar diri, fenomena dari dunia asing dan fenomena kesadaran serta hubungan logis yang boleh dideduksikan dari fenomena tersebut.

2) Fungsi interpersonal berkaitan dengan fungsi pengelolaan interaksi dan manfaat penunjuk nan menutupi aspek rencana psikologi dan gengsi sosial si pembicara, yaitu identitasnya, atributnya, sikap dan emosinya, serta bertindak andai alat kamera sikapnya terhadap dirinya sendiri, terhadap orang tak, dan untuk mendefinisikan peran yang ia mainkan dalam interaksi itu (Argyle, 1969: 140). Fungsi bahasa inilah yang kemudian berfungsi membuat dan memperoleh pertalian sosial dan berfungsi di kerumahtanggaan pengungkapan ekspresi dan pembentukan kepribadiannya sendiri (Halliday, 1970 intern Lyon, 1970: 143).

3) Kepentingan tektual berkaitan dengan pengaturan struktur tindak ujar, seleksian kalimat-kalimat yang cocok serta gramatikal dan situasional serta pengaturan order isi kalimat privat cara nan logis dan kohesif sesuai privat interaksi secara keseluruhan.

.

.

C. Tamadun

1. Konsep Kebudayaan

Kebudayaan menurut Clifford Geertz sebagaimana disebutkan oleh Fedyani Syaifuddin privat bukunya
Antropologi Kontemporer
yaitu sistem bunyi bahasa yang terdiri dari simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diindentifikasi, dan bersifat publik. Ki seirama dengan pendapat di atas Claud Levi-Strauss memandang kebudayaan perumpamaan sistem struktur berpokok simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diindentifikasi, dan berperangai publik.

Adapun Gooddenough sebagaimana disebutkan Mudjia Rahardjo dalam bukunya Relung-kolong Bahasa mengatakan bahwa budaya satu masyarakat merupakan apa cuma yang harus diketahui dan dipercayai seseorang sehngga sira bisa bertindak sesuai dengan norma dan nilai nan berlaku di kerumahtanggaan masyarakat, bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu nan harus dicari dan perilaku harus dipelajari berpunca bani adam lain tak karena keturunan. Karena itu budaya ialah
cara
yang harus dimiliki seseorang untuk melaksanakan kegiatan sehari-tahun intern hidupnya.

Dalam konsep ini tamadun dapat dimaknai andai fenomena material, sehingga pemaknaan kebudayaan lebih banyak dicermati andai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya individu internal rangka atma bermasyarakat. Karenanya tingkah laku manusia misal anggota umum akan terikat maka dari itu kultur yang terbantah wujudnya dalam berbagai pranata nan berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah larap manusia.

Adapun Menurut Canadian Commision for UNESCO seperti nan dikutip oleh Seri Syam mengatakan kebudayaan adalah sebuah sistem biji yang dinamik dari anasir-elemen pembelajaran nan sakti asumsi, lega hati, keyakinan dan atauran-atauran nan memperbolehkan anggota kerubungan untuk bersambung dengan yang lain serta mengadakan komunikasi dan membangun potensi kreatif mereka.

Definisi-definisi di atas dan pendapat para ahli lainnya bisa dikelompokkan menjadi 6 golongan menurut Abdul Chaer yaitu:

a. Definisi deskriptif adalah definisi nan menerangkan sreg unsur-unsur kebudayaan.

b. Definisi kuno adalah definisi yang menekankan bahwa tamadun itu diwarisi secara kemasyarakatan.

c. Definisi normatif adalah definisi yang memfokuskan hakekat kebuadayaan perumpamaan aturan semangat dan tingkah laku.

d. Definisi psikologis merupakan definisi yang mengistimewakan puas kegunaan tamadun internal menyamakan diri kepada lingkungan, penceraian persoalan dan belajar kehidupan.

e. Definisi sturktural definisi yang memfokuskan kebiasaan kebudayaan laksana satu sistem yang berpola terstruktur.

f. Definisi genetik yang menekankan plong terjadinya kebudayaan perumpamaan hasil karya manusia.

Dengan demikian kebudayaan ialah barang apa sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial, oleh para anggota suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan bukanlah hanya akumulasi dari kebiasaan dan tata kelakuan tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi. Dan kultur melingkupi semua aspek dan segi kehidupan makhluk, baik itu faktual produk material atau non material.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari berbagai ragam budaya, menjadikan perbedaan antar-tamadun, justru penting dalam mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama, dan suku nasion mutakadim ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang bisa umur berdampingan secara damai ialah mal yang tak tertaksir dalam khasanah budaya nasional.

Minus melihat bagaimana rumusan definisi-definisi yang dikumpulkan itu satu-satu suatu sudah bisa diketahui dari penggolongan itu bahwa kebudayaan itu melingkupi semua aspek dan segi umur cucu adam. Kemudian, sekiranya kita lihat definisi golongan enam, maka dapat dikatakan segala namun perbuatan turunan dengan apa hasil dan akibatnya adalah terdaftar dalam konsep peradaban. Ini berbeda dengan konsep tamadun nan tercakup dan diurus makanya Direktorat Jendral Tamadun yang suka-suka di radiks Departemen Pendidikan dan Kultur, sebab ternyata yang diurus oleh Direktorat ini hanyalah peristiwa-keadaan yang berkaitan dengan kesenian. Direktorat itu enggak mengurus pekerjaan dan hasil pekerjaan bukan, seperti bidang ekonomi, teknologi, syariat, pertanian, dan perumahan.

Kategorisasi definisi peradaban yang dibuat Nababan (1984) lagi menunjukkan bahwa kebudayaan itu dilingkupi barang apa aspek dan unsur-unsur kebudayaan hamba allah. Nababan mengelompokkan definisi peradaban atas empat golongan, merupakan:

a. Definisi yang menyibuk budaya sebagai pengatur dan pengikat mahajana.

b. Definisi yang mengaram kebudayaan bagaikan hal-hal yang diperoleh manusia melalui belajar ataupun pendidikan.

c. Definisi nan mengintai tamadun misal sifat dan perilaku manusia.

d. Definisi yang melihat kebudayaan laksana sistem komunikasi yang dipakai masyarakat lakukan memperoleh kerja sama, kesatuan, dan kelangsungan arwah masyarakat bani adam

Definisi-definisi golongan dari pengklasifikasian yang dibuat Nababan secara eksplisit menyatakan bahwa semua sistem komunikasi yang digunakan manusia, karuan termasuk pun bahasa, adalah tercatat dalam kebudayaan. Itulah sebabnya Nababan (1984: 49) menyatakan bahwa peradaban adalah sistem aturan-rasam komunikasi dan interaksi nan memungkinkan satu masyarakat terjadi, terpelihara, dan dilestarikan. Dengan kata tidak, kebudayaan adalah segala keadaan yang menyangkut kehidupan sosok, termuat aturan atau hukum nan berlaku internal masyarakat, hasil-hasil yang dibuat manusia, kebiasaan dan tradisi yang sah dilakukan dan sebagai alat interaksi atau komunikasi nan digunakan, yakni bahasa dan alat-alat komunikasi non-verbal lainnya.

Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki manusia dan tumbuh bersama dengan berkembangnya masyarakat manusia. Buat memahaminya Koentjaraningrat (1992) menggunakan sesuatu yang disebutkan gambar kebudayaan, nan memiliki dua aspek tolak, yaitu (1) wujud kebudayaan dan (2) isi kebudayaan. Nan disebut wujud kebudayaan itu berupa (a) wujud gagasan, (b) perilaku, dan (c) fisik atau benda. Ketiga wujud itu secara bersambungan disebutnya juga (a) sistem budaya, yang bersifat maya; (b) sistem sosial, nan bersifat tebak konkret; dan (c) kebudayaan badan, yang bersifat sangat nyata.

Isi kebudayaan itu terdiri atas tujuh unsur yang bersifat universal. Artinya ketujuh partikel itu terwalak internal setiap mahajana anak adam yang ada di dunia ini. Ketujuh unsur tersebut yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, organisasi sosial, sistem butir-butir, sistem religi dan kesenian. Menurut Koentjaraningrat (1992), bahasa ialah bagian dari kebudayaan, maupun dengan kata tak bahasa itu di dasar lingkup kebudayaan. Akan tetapi, kata Koentjaraningrat pula, lega zaman purba ketika bani adam hanya terdiri atas kelompok-kelompok katai nan tersebar di beberapa tempat saja. Bahasa merupakan molekul utama yang mengandung semua anasir kebudayaan manusia lainnya. Waktu ini, setelah unsur-unsur lain dari kebudayaan hamba allah itu telah berkembang, bahasa hanya adalah salah satu elemen doang, tetapi memiliki fungsi yang lewat terdepan untuk semangat cucu adam.

.

2. Unsur Elemen Kebudayaan

Tamadun pecah dari kata sansekerta buddayah, nan adalah bentuk jamak dari buddhi, yang bermakna fiil atau akal busuk. Dengan demikian, kebudayaan berguna kejadian-kejadian yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi nan merumuskan definisi tentang peradaban secara berstruktur dan ilmiah yakni Taylor, yang menggambar dalam bukunya:
Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, nan di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kepatutan, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan enggak, serta kebiasaan yang di dapat oleh insan andai anggota umum (Ranjabar, 2006).

Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa peradaban adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan poin yang gemuk dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan berlimpah internal tatanan keterangan nan ideasional. Atau, kebudayaan merupakan peranti mental yang oleh anggotaanggota masyarakat dipergunakan privat proses orientasi, transaksi, pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial berwujud dalam masyarakat mereka. Menurut C. Kluckhohn, kebudayaan memiliki 7 unsur sebagai berikut.

a. Sistem pembantu

Sistem religi meliputi pembantu, nilai, pandangan hidup, komunikasi keagamaan dan ritual keagamaan. Definisi kepercayaan mengacu kepada pendapat Fishbein dan Azjen (n domestik Soekanto, 2007), yang menyebutkan pengertian pendamping maupun religiositas dengan kata “belief”, yang memiliki signifikasi perumpamaan inti dari setiap perilaku hamba allah. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bikin seseorang lakukan menentukan kecabuhan terhadap sesuatu objek. Pendamping membentuk pengalaman, baik asam garam pribadi maupun pengalaman sosial.

Sistem kepercayaan (sistem religi) merupakan hal-hal nan bersifat keagamaan dan kepercayaan. Dalam kejadian ini bisa dibilang budaya nan mistis, seperti animisme, dinamisme, dan sebagainya. Biasanya terletak wacana-bacaan dan juga ritual-ritual dalam pelaksanaan sistem kepercayaan ini. Nilai yaitu sesuatu yang bermakna, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga alias bermanfaat bagi arwah insan. Sifat-sifat nilai menurut Daroeso (dalam Kalangie, 1994) merupakan sebagai berikut.

1) Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada privat nyawa khalayak. Ponten yang berwatak tanwujud lain dapat diindra. Situasi yang dapat diamati hanyalah mangsa yang bernilai.

2) Nilai punya sifat normatif, artinya nilai mengandung intensi, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga ponten nemiliki aturan kamil. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan cucu adam n domestik main-main.

3) Poin berfungsi ibarat daya dorong dan manusia adalah suporter ponten. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.

Dalam filsafat, angka dibedakan privat tiga tipe, yaitu: 1) poin logika merupakan nilai bermartabat salah; 2) nilai estetika adalah nilai indah tidak indah; dan 3) nilai etika/kesusilaan ialah nilai baik buruk. Nilai moral adalah suatu bagian bersumber skor, yaitu nilai nan menangani ragam baik maupun buruk mulai sejak anak adam. Kesopansantunan selalu bersambung dengan poin, hanya enggak semua angka adalah nilai moral. Moral berbimbing dengan perbuatan atau tindakan turunan. Nilai moral inilah yang makin terkait dengan tingkah laku semangat kita sehari-waktu. Kredit religius nan merupakan skor kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keimanan manusia.

b. Sistem pengetahuan

Publikasi adalah hal yang mendasar dalam molekul kebudayaan. Pengetahuan dianggap terdahulu karena dengan pengetahuan, seseorang dapat mengetahui kebudayaannya sendiri atau khalayak tidak. Adanya pesiaran privat seorang individu dapat memicu timbulnya ide-ide yang hijau dan makmur sehingga budaya tersebut dapat dipertahankan.

Spradlye (dalam Kalangie, 1994) mengistilahkan, bahwa mualamat budaya itu bukanlah sesuatu yang bisa tertentang secara berwujud, melainkan tersembunyi dari rukyat, doang memainkan peranan yang sangat penting untuk individu dalam menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya yang diformulasikan dengan beragam ungkapan tradisional itu sekaligus juga merupakan gambaran dari nilai-nilai budaya nan mereka hayati.

Nilai budaya begitu juga dikemukan oleh Koentjaraningrat (2002) ialah konsep-konsep yang hidup internal alam pikiran sebagian besar berbunga warga suatu masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam semangat. Dan suatu sistem angka budaya, nan sifatnya khayali, biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi perbuatan individu.

c. Peralatan dan perlengkapan hidup insan

Teknologi dan peralatan kesehatan adalah sarana prasarana nan diperlukan lakukan tindakan pelayanan, meliputi: ketersedian, keterjangkauan dan kualitas alat. Keterjangkauan meliputi: 1) keterjangkauan jasmani, keterjangkauan awak dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah menjangkau dan dijangkau oleh umum target; 2) keterjangkauan ekonomi, keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar biaya peladenan dapat dijangkau oleh klien. Biaya bagi memperoleh pelayanan menjadi episode penting untuk klien; 3) keterjangkauan psikososial, keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan kerjakan meningkatkan pendedahan partisipasi masyarakat secara sosial dan budaya oleh masyarakat, provider, pengambil politik, pemrakarsa agama, tokoh publik; 4) keterjangkauan pengetahuan, keterjangkauan pengetahuan ini dimaksudkan agar umum mengetahui tentang kebutuhannya. Dengan budaya yang berkembang, sehingga timbulnya peralatan-peralatan yunior yang bisa digunakan sebagai lampiran dan kembali misal ketampanan tersendiri.

d. Mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi.

Sistem ain pencaharian arwah merupakan produk terbit makhluk laksana
homo economicus
nan mejadikan kehidupan khalayak terus meningkat. Dalam tingkat perumpamaan
food gathering,
kehidupan cucu adam begitu juga binatang. Belaka dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bersesuai tanam, kemudian beternak nan terus meningkat (rising demand) yang kadang-kadang serakah. Sistem mata pencaharian hidup maupun sistem ekonomi menghampari jenis pekerjaan dan penghasilan (Koentrajaningrat, 2002). Terlahir karena makhluk memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin kian sehingga budaya dimanfaatkan bagi hal tersebut.

e. Sistem kemasyarakatan

Sistem kemasyarakatan ialah sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling teoretis namun patuh memiliki kelemahan dan kebaikan masing-masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan berganduh. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial nan menutupi: kekerabatan, organisasi politik, norma atau hukum, perkawinan, kenegaraan, kesatuan hidup dan perkumpulan. Sistim organisasi yakni babak kebudayaan nan berisikan semua yang telah dipelajari yang memungkinkan bagi orang mengkoordinasikan perilakunya secara efektif dengan tindakan-tindakan-tindakan orang tidak (Syani, 1995).

Komunitas merupakan bagian yang sangat bermanfaat dalam struktur sosial. Peguyuban suatu masyarakat bisa dipergunakan untuk mengilustrasikan struktur sosial terbit masyarakat yang bersangkutan. Komunitas yakni unit-unit sosial yang terdiri dari sejumlah keluarga yang memiliki jalinan darah maupun gayutan perkawinan. Anggota keluarga, sanak saudara, tetangga, dan jodoh sering kelihatannya mempunyai pengaruh yang berarti dalam penggunaan metode kontrasepsi maka itu satu pasangan. Sreg sebuah studi di India dan Turki, lebih bersumber sekepal wanita yang diwawancarai mengatakan bahwa pemilahan kontrasepsi mereka dibuat oleh atau dengan suami.

f. Bahasa

Bahasa merupakan gawai atau perwujudan budaya nan digunakan hamba allah cak bagi saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, maupun gerakan (bahasa pertanda), dengan harapan menyampaikan pamrih hati ataupun kehausan kepada lawan bicaranya atau hamba allah bukan. Melewati bahasa, manusia bisa menyamakan diri dengan pagar adat, tingkah laku, pengelolaan krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan apa bentuk awam. Bahasa memiliki bilang fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi awam dan kelebihan khusus.

Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat bagi berekspresi, berkomunikasi, dan perabot buat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan maslahat bahasa secara tunggal adalah buat mengadakan hubungan dalam perhubungan sehari-masa, mewujudkan seni (sastra), mempelajari skenario-naskah kuno, dan cak bagi mengeksploitasi mantra permakluman dan teknologi (Koentrajaningrat, 2002). Sesuatu yang berawal dari namun sebuah kode, tulisan sampai berubah sebagai lisan bagi mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah cak semau bahasa yang dijadikan bahasa menyeluruh sama dengan bahasa Inggris.

g. Kesenian

Setelah memenuhi kebutuhan fisik turunan sekali lagi memerlukan sesuatu nan dapat menetapi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian nan boleh memuaskan hati setiap orang. Kesenian mengacu sreg nilai kegagahan (estetika) yang berpunca berpunca ekspresi hasrat hamba allah akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Ibarat basyar yang memiliki cita rasa hierarki, cucu adam menghasilkan majemuk warna kesenian mulai dari yang terbelakang hingga perwujudan kesenian nan kompleks. Kesenian yang meliputi: seni patung/pahat, seni rupa, seni gerak, lukis, gambar, rias, vocal, musik/seni suara, bangunan, kesusastraan, dan drama (Koentrajaningrat, 2002).

Dengan demikian diperoleh pengertian akan halnya kebudayaan yakni sesuatu yang akan memengaruhi tingkat proklamasi dan meliputi sistem ide atau gagasan nan terdapat dalam ingatan basyar, sehingga dalam semangat sehari-hari kebudayaan berkarakter komplet. Sedangkan perwujudan kebudayaan ialah benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-cermin perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan bakal mendukung umat sosok dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

.

D. Gabungan Bahasa dengan Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1992) bahwa bahasa babak dari kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan tamadun merupakan hubungan subordinatif, satu bahasa berada di pangkal lingkup kebudayaan. Di samping itu, suka-suka pendapat bukan yang menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai perpautan yang koordinatif, yakni hubungan nan sebanding, nan kedudukannya sekufu tinggi. Masinambouw (n domestik Crista, 2012: 1) malah menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan dua sistem yang tertuju pada manusia. Tamadun itu adalah satu sistem yang mengatak interaksi bani adam di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi misal alat angkut.

Masinambouw (dalam Crista, 2012: 1) kembali mempersoalkan bagaimana hubungan antara kebahasaan dan tamadun, apakah bersifat subordinatif, ataukah bersifat koordinatif. Kalau berkepribadian subordinatif mana yang menjadi main sistem (sistem pemimpin) dan mana kembali yang menjadi subsystem (sistem bawahan). Kebanyakan tukang memang mengatakan bahwa kebudayaanlah yang menjadi
main system, sedangkan bahasa tetapi merupakan subsistem.

Mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan yang berperilaku koordinatif terserah dua kejadian yaitu hubungan kebahasaan dan tamadun itu seperti anak kembar siam, dua buah fenomena yang terikat erat sebagai halnya kawin sisi suatu dengan sisi yang lain pada sekudung uang ferum (Silzer privat Crista, 2012: 1). Jadi, pendapat ini mengatakan kebahasaan dan tamadun merupakan dua fenomena yang farik, hanya hubungannya sangat erat sehingga tidak bisa dipisahkan, sependapat dengan konsep Masinambouw. Hal kedua yang menarik dalam hubungan koordinatif ini merupakan adanya hipotesis yang sangat controversial, merupakan hipotesis dari dua pakar linguistik ternama, yakni Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Hipotesis ini dikenal dengan tera hipotesis Sapir dan Whorf.

Sungguhpun gagasan-gagasan yang dikemukakan kedua sarjana itu, Sapir dan Whorf, adalah hasil penelitian nan lama dan mendalam, serta dikemukakan dalam goresan nan bobot ilmiahnya terlampau tinggi, tetapi nyatanya gagasan mereka disebutkan dalam hipotesisnya sangat kontroversial dengan pendapat sebagaian besar sarjana. Dalam postulat itu, dikemukakan bahwa bahasa bukan hanya menentukan corak budaya, semata-mata kembali menentukan pendirian dan jalan pikir cucu adam. Suatu nasion yang berbeda bahasanya berasal nasion nan enggak, akan memilki corak budaya dan jalan perasaan nan berbeda pula.

Perbedaan-perbedaan budaya dan urut-urutan manah manusia tersebut berasal dari perbedaan bahasa. Bahasa itu memengaruhi tamadun dan jalan pikiran khalayak, maka ciri-ciri nan cak semau dalam satu bahasa akan tercermin lega sikap dan budaya penuturnya. Cermin, katanya dalam bahasa Barat ada sistem rasi merupakan penutur bahasa memetiakan dan terseret periode, misalnya sreg hari panas pemukul 21.00 rawi masih bersinar dengan seri, namun kanak-kanak karena sudah lalu menjadi aturan disuruhnya tidur karena katanya hari sudah lilin lebah. Sebaliknya, untuk orang Indonesia karena dalam bahasanya tak terserah sistem rasi, menjadi lain menyerang periode, seperti mana acara yang telah terjadwalkan waktunya boleh ki bertambah satu jam. Itulah sababnya uangkapan
jam karet
cuma cak semau di Indonesia.

Premis Sapir-Whorf yang menyatakan perbedaan berpikir dalam-dalam disebabkan oleh adanya perbedaan bahasa ini, akan menyebabkan orang arab, akan kelihatan kenyataan secara berbeda dengan orang Jepang, sebab bahasa Arab tak sama dengan bahasa Jepang. Kalau hipotesis Sapir-Whorf ini dikabulkan, maka implikasinya dalam ilmu pengetahuan amat sangat jauh, sebab untuk ilmu pengetahuan manusia n kepunyaan satu jalan pikiran. Dikemukakan oleh Masinsmbouw bahwa bahasa itu hanyalah alat kerjakan menyatakan maupun menyampaikan pikiran dan bahasa itu berwatak unik. Dengan perkenalan awal lain, bahasa enggak memengaruhi perkembangan pikiran, tambahan pula menentukan sebagaimana nan dinyatakan oleh hipotesis Sapir-Whorf.

Sapir dan Whorf, dua akademikus linguistik yang begitu berbobot, sampai boleh membuat pernyataan yang begitu kontrovesional dengan mengatakan bahwa bahasa lampau berperan dalam menentukan jalan pikiran manusia, bahkan bersifat mutlak. Amatan antropologi yang dijadikan kalangan, mutakadim menunjukkan kepada kedua ilmuwan itu, bahwa pembentukan konsep-konsep tidaklah sama pada semua kultur. Para pandai nan menolak pendapat bahwa kita memiliki konsep lebih dahulu kemudian baru mencarikan nama buat konsep itu, tentunya dapat mengakuri pikiran Safir dan Whorf. Akan sahaja, pemuja aliran mentalistik tidak dapat menerima selaras sekali premis tersebut.

Orang yang mengikuti hipotesis Sapir-Whorf lain banyak. Pertama, karena sejak sediakala anak adam meragukan bahwa manusia punya perbedaan yang sejauh itu. Kedua, diketahui kemudian bahwa Whorf telah mengerjakan beberapa kesalahan teknis intern kajian. Silzer (1990) menyatakan bahwa bahasa dan kultur yaitu dua buah fenomena yang terikat, bagai dua anak asuh kembar siam, atau sekeping mata komisi yang sreg suatu sisi riil sistem bahasa dan pada sistem nan lain konkret sistem budaya, maka apa yang kelihatan n domestik budaya akan tercermin dalam bahasa, maupun pula sebaliknya. Misalnya nasion Inggris dan bangsa Eropa lainnya, nan lain mengenal kebiasaan makan nasi, maka dalam bahasanya hanya ada satu kata yaitu
rice, lakukan menyatakan konsep
gabah, pari, beras,

dan
nasi.

Seperti mana tidak ada kosakata bakal konsep
lauk, teman pemakan nasi. Sebaliknya, privat budaya Indonesia ada karena ada budaya bersantap nasi, maka bahasa Indonesia mempunyai kata nan berbeda untuk keempat konsep itu.

Masyarakat Inggris tentunya memahami akan adanya perbedaan konsep
beras, antah, gabah,

dan
nasi

itu: saja mereka lain merasa mesti, ataupun belum merasa perlu untuk saat ini, bakal menciptakan istilah baru buat keempat konsep itu. Konseptual tidak adapun adanya hubungan antara bahasa dan budaya bisa juga kita lihat dari adagium maupun pepatah Melayu. Katanya, aforisme atau pepatah Melayu ini mencerminkan sifat, sikap, dan peristiwa bangsa Melayu (plong waktu tinggal). Umpamanya, peribahasa,
Di mana dunia dipijak di haud langit dijunjung
mengungkapkan bahwa orang Melayu comar dapat menyeimbangkan diri dengan situasi ataupun situasi dimana ia berkunjung. Pepatah yang mengatakan,
Enggak ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya menunjukkan bahwa orang Melayu sangat mengetahui bahwa setiap daerah atau bangsa mempunyai adat istiadat dan kebiasaan yang farik.

Menurut Koentjaraningrat (1990) buruknya kemampuan bersopan santun Indonesia sebagian besar basyar Indonesia, termasuk kaum intelektualnya, adalah karena adanya sifat-sifat negatif nan melekat puas mental pada sebagian ki akbar orang Indonesia. Sifat-sifat negatif itu adalah suka meremehkan mutu, mental menerabas, tuna harga diri, menjauhi disiplin, berat siku bertanggung jawab, dan gemar latah atau timbrung-ikutan.

Menurut Koentjaraningrat, sikap mental menerabas tercermin dalam perilaku berbahasa berupa adanya keinginan bikin menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, doang tanpa keinginan untuk belajar. Mereka menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa kita yang secara alami, yang dapat dikuasai tanpa harus dipelajari. Memang bermoral secara politis kita adalah orang Indonesia, karena lahir dan dibesarkan di Indonesia, dan bahasa Indonesia adalah milik kita. Akan tetapi, apakah moralistis itu dapat dikuasai dengan baik tanpa menerobos proses membiasakan. Lebih-lebih jika diingat bahwa bagi sebagian samudra anak adam Indonesia, bahasa Indonesia yaitu bahasa kedua, tidak bahasa pertama. Cak bagi mengamankan bahasa permulaan saja kita harus membiasakan dari mileu kita: apabila lakukan menguasai bahasa kedua yang harus dipelajari dari orang lain.

Sikap tuna gengsi, menurut Koentjaraningrat, berarti enggak mau menghargai properti diri sendiri, tetapi sangat menghargai diri orang lain, orang asing. Sikap ini tercermin kerumahtanggaan perilaku berbahasa, karena ingin selalu menghargai orang luar, maka menjadi selalu menggunakan bahasa asing dan menomorduakan bahasa sendiri. Lihat tetapi buktinya, demi menghargai makhluk asing, keset-keset di muka portal kantor tadbir juga bertuliskan alas kata-prolog
welcome
bukan selamat datang; gerbang-pintu di atas bertuliskan
in

atau
exit
, dan bukan turut alias keluar; dan di pintu yang daunnya bisa dibuka dua arah bertuliskan wangsit
push

dan
pull,

dan bukannya dorong dan tarik.

Sikap menyingkir loyalitas tercermin dalam perilaku berajar yang tidak mau alias kelesa mengikuti aturan atau mandu bahasa. Ujaran-ujaran seperti
Dia punya ingin lain serupa itu
atau
Ia punya dua mobil sudah lazim kita tangkap suara, sementara itu kedua struktur kalimat itu tidak sesuai dengan kaidah yang ada. Harusnya berbunyi,
Kemauannya enggak demikian,
dan
Dia mempunyai dua biji kemaluan oto.

Sikap enggak kepingin bertanggung jawab menurut Koentjaraningrat (1992) tercermin internal perilaku berpendidikan yang tidak mau memerhatikan penalaran bahasa yang benar. Kalimat sama dengan Komisi iuran anggota terpaksa dinaikkan karena telah lama bukan mendaki, sering kita tangkap suara. Kalau mau menalar dan bertanggung jawab, alasan kenaikan itu bukanlah karena sudah lama tidak naik, boleh jadi, misalnya, karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Jadi, bertanggung jawab intern berbahasa, artinya, dapat mengamanahkan legalitas isi kalimat itu.

Sifat latah atau timbrung-ikutan tercermin dalam berbahasa dengan selalu mengikuti saja mulut cucu adam lain (biasanya ucapan pemimpin atau pemimpin) yang sememangnya secara gramatikal tidak benar. Umpamanya karena adanya gerakan yang bersemboyankan
memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat
maka diikuti ucapan itu. Padahal secara semantik dan gramatikal idiom,
memasyarakatkan gerak badan
memang bermoral, merupakan berfaedah menjadikan olah raga itu menjadi kebiasaan dalam awam; tetapi ungkapan,
mengolahragakan masyarakat,
bukan benar, sebab kata majemuk itu berharga masyarakat itu jadi olah badan. Kalau nan dimaksud adalah menjadikan awam itu berolah raga, maka bentuknya haruslah,
memperolahragakan publik.

Hubungan bahasa dengan kebudayaan yang telah dipaparkan oleh Koentjaraningrat (1990) di atas, ternyata nan memengaruhi perilaku berbudi yakni budaya. Budaya di sini n domestik arti luas, termasuk sifat dan sikap yang dimiliki maka dari itu penutur. Untuk bertambah memaklumi adanya pernah budaya dan tindak tutur, serta melihat budaya-budaya yang lain sama, sehingga melahirkan pola tindak sebut yang berlainan, camkan ilustrasi berikut.

Privat masyarakat ujar Indonesia kalau ada bani adam memuji, misalnya dengan mengatakan
Bajumu bagus sekali!,

atau
Wah kondominium saudara besar sekali,

maka yang dipuji akan menjawab pujian itu dengan nada mendorong merendah, misalnya dengan mengatakan
Ah, ini doang pakaian murah kok

dan
Yah, beginilah namanya juga kondominium di kampung!
. Akan belaka kalau itu terjadi dalam budaya Inggris, tentu akan dijawab dengan kata
Terima kasih!. Transendental lain, intern budaya Indonesia tetapi laki-laki yang dapat mengawini atau mengawini wanita, padahal wanita lain bisa menikahi atau menikahi laki-junjungan, sebab kalimat internal budaya Inggris, baik junjungan-suami maupun wanita dapat menikahi n partner jenisnya. Privat budaya Indonesia, informasi-informasi (dalam bentuk tindak ucap) lebih sering disampaikan secara tidak langsung dengan menggunakan bahasa kias atau bahasa isyarat, tetapi dalam budaya Inggris lebih publik disampaikan secara serampak dengan alat komunikasi verbal.

.

E. Penutup

Bahasa ialah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh bilang komponen yang berpola secara ki ajek dan dapat dikaidahkan. Ibarat sebuah sistem, bahasa bersifat bersistem dan juga bersifat sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu. Sistemis artinya bahasa tersebut bukan yakni sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri pecah sejumlah subsistem.

Sistem bahasa yang dimaksud di atas adalah berupa lambang-lambang dalam rencana obstulen yang lazim disebut bunyi ucap alias bunyi bahasa. Setiap lambang bahasa mengandung sesuatu yang disebut makna atau konsep. Bahasa sebagai sebuah leter nan bersifat mana suka (arbitrer), konvensional, produktif serta dinamis mempunyai banyak fungsi, antara lain menurut Dell Hymes (1964) ada lima fungsi bahasa, merupakan (1) menyetimbangkan diri dengan norma-norma sosial, (2) mengedepankan pengalaman tentang ketampanan, khasiat, keluhuran budi, (3) mengeset kontak sosial, (4) mengatur perilaku, dan (5) mengungkapkan perasaan.

Diversitas bahasa tidak dapat dipisahkan terbit keberbagaian budaya. Ditinjau dari segi budaya, bahasa termasuk aspek budaya, kekayaan bahasa yakni sesuatu yang menguntungkan. Bermacam ragam bahasa itu akan merefleksikan kekayaan budaya nan ada pada masyarakat pemakainya (multikultural). Kawin antara bahasa dan kebudayaan itu bersifat koordinaif atau subordinatif nan keduanya mempunyai hubungan yang dahulu erat dan saling memengaruhi. Hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sebanding, nan kedudukannya sama tinggi. Kawin subordinatif signifikan suatu bahasa berada di bawah lingkup peradaban.

Di samping itu, suka-suka pendapat lain yang menyatakan bahwa bahasa dan kultur dua sistem yang melekat puas manusia. Kebudayaan itu adalah suatu sistem nan mengatur interaksi basyar di intern masyarakat, sehingga kebahasaan yaitu suatu sistem yang berfungsi bak saran. Sistem bahasa mempunyai fungsi ibarat sarana berlangsungnya interaksi manusia didalam awam, artinya tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang bermain di dalam budaya itu. Sistem tindak kayun beradat menurut norma-norma budaya disebut andai etika berbahasa ataupun tata cara berpendidikan. Etika berbahasa erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sitem budaya yang main-main privat satu publik.

Salah satu pertanyaan yang barangkali sukar buat dijawab adalah, sememangnya yang lebih dahulu unjuk itu apakah bahasa lebih dahulu unjuk kemudian disusul dengan adanya kebudayaan atau sebaliknya, budaya bertambah dulu muncul kemudian disusul kemunculan bahasa. Teori-teori nan dikemukakan para pakar tidaklah secara eksplisit menjelaskan hal tersebut. Sungguhpun demikian, gelagatnya mereka sekata bahwa bahasa muncul karena adanya kebudayaan. Lihat saja
Teori Tekanan Sosial
dari Adam Smith yang menyatakan bahwa bahasa muncul ketika turunan primitif dihadapkan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk silih memahami antara suatu manusia dengan manusia yang lainnya. Sedemikian itu pula
Teori Kata seru
yang dikemukakan Ettienne Bonnet Condilac. Engkau menyatakan bahwa bahasa dilahirkan berasal ujaran-ujaran intuitif (bersifat naluriah) karena adanya impitan batin, perasaan yang sangat serius nan dialami individu tersebut.

.

Daftar Wacana

.

Argyle, M (ed). 1973.
Social Encounters.
Penguin Book Ltd: Harmondsworth.

Bell. Roger N. 1990.
Sosiolinguistics: Goal, Approach and Problem. London: BT. Batsford Ltd.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995.
Sosiolinguistik: Pembukaan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003.
Psikolinguistik, Amatan Teoretik.
Jakarta: Rineka Cipta

Chomsky, Noam. 1957.
Syntactic Structures.
The Hague: Mouton

Crista, Janny. 2012.
Bahasa dan Kebudayaan Sosiolinguistik
. http: //kedaiilmujani.blogspot.com.

Geertz. Clifford. 1973.
The Interpreatation of Cultures. New York: Bsic Books Inc.

Halliday, M.A.K. 1973.
Explorations in the Functions of Language.
London: Edward Arnold.

Halliday, Michael A.K. 1970.
Fuctional Divesity in Language as Seen from a Consideration of Modality and Mood in English.
Foundation of Language 6.

Herman, Rn. 2009.
Antara Bahasa dan Budaya. http: //lidahtinta.wordpress.com.

Hymes, Dell (ed.). 1964.
Language in Culture And Society. New york: Haper and Row

Ibrahim, A. Syukur.1995.
Sosiolinguistik: Sajian, Tujuan, Pendekatan, dan Problem
(terjemahan dari buku Roger T. Bell). Surabaya: Usaha Nasional.

Jacobson, R.190.
Closing Statement Linguistics and Politics. In Sebeok (Ed).

Koentjananingrat. 1992.
Bunga Rampai: Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kridalaksana, Harimurti.1982.
Introduction to Word Formation and Word Classes.
Jakarta. Universitas Indonesia.

Kroeber, A.L., & Kluckhohn, C. 1952.
Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions.
Harvard University Peabody Museum of American Archeology and Ethnology Papers 47.

Lyons, John, Cd. 1970.
New Horizons in Linguistuics.

Harmonsworth: Penguin.

Mursalin, Muhhamad. 2022.
Bahasa Perumpamaan Perabot Komunikasi dalam Interaksi Sosial.
http: //mursalin90.blogspot.com

Nababan, P.W.J.1991.
Sosiolinguistik: Satu Pengantar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Terdepan.

Nababan. P.W.J. 1984.
Sosiolingustik.
Jakarta: Gramedia.

Suryadi. 2009.
Perantaraan Antara Bahasa dan Budaya.
Universitas Sumatera Utara (kertas kerja Seminar Nasional Budaya Etnik III, diselenggarakan oleh Univesitas Sumatera Paksina, Medan 25 April 2009).

Thomas, Linda dan Shan Wareing. 2007.
Bahasa, umum dan Kekuasaan.
Yogyakarta: Referensi Petatar