BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Landasan Teori 1 Disiplin A Pengertian Disiplin BAB II DENY RAHMA NF MANAJEMEN19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Disiplin a. Pengertian Disiplin Pencapaian tujuan organisasi, diperlukan kerjasama yang serasi dalam tim
kerja dan kesadaran yang tinggi bagi setiap anggota organisasi untuk bekerja sama secara bersungguh-sungguh serta patuh terhadap peraturan yang telah disepakati.

Secara umum, kedisiplinan seseorang dapat dilihat dari perilaku orang tersebut dalam menjalankan tugasnya. Secara lebih mendalam, kedisiplinan memuat dimensi sikap yang melibatkan mental seseorang. Ada beberapa pengertian disiplin yang dikemukakan oleh para ahli. Keith Davis dalam Mangkunegara (2017) mengemukakan bahwa

“Dicipline is management action to enforce organization standars”. Berdasarkan pendapat tersebut, disiplin dapat diartikan

sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.

Prijodarminto dalam Syuaib (2017) mengartikan disiplin yaitu sebagai suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan atau ketertiban. Dalam hal ini, sikap dan perilaku tersebut tercipta melalui proses pembinaan keluarga, pendidikan, dan pengalaman, atau pengenalan dari keteladanan lingkungannya. Gibson, dkk dalam Syuaib (2017) disiplin yaitu sebagai penggunaan beberapa bentuk hukuman atau sanksi apabila pegawai melakukan suatu penyimpangan. Dalam konteks ini, disiplin berkaitan erat dengan hukuman dan peraturan.

Rivai dalam Syuaib (2017) disiplin yaitu sebagai suatu alat yang digunakan para pimpinan untuk berkomunikasi dengan para pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku, serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Emmel dalam Syuaib (2017) disiplin yaitu sebagai suatu sistem aturan untuk mengendalikan perilaku. Hamali (2018) disiplin yaitu kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional.

Moekijat dalam Salutondok dan Soegoto (2015) disiplin yaitu suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri yang menyebabkan dia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela kepada keputusan-keputusan, peraturan- peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan tingkah laku. Nawawi dalam Salutondok dan Soegoto (2015) disiplin yaitu sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan agar pembinaan hukuman pada seseorang atau kelompok dapat dihindari.

Heidjrachman dan Husnan dalam Sahanggamu dan Mandey (2014) disiplin yaitu setiap perseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah. Sidanti (2015) disiplin yaitu sikap yang sangat diperlukan oleh setiap orang dalam usaha untuk meningkatkan kinerja guna mencapai tujuan organisasi. Sutrisno, dkk (2016) disiplin yaitu salah satu aspek dalam sistem kerja yang harus diperhatikan oleh sebuah organisasi untuk meningkatkan kinerja atau produkivitas sebuah organisasi.

Siagian dalam Katiandagho, dkk (2014) disiplin yaitu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para pegawai yang lain.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa disiplin yaitu suatu proses tindakan yang akan mengendalikan perilaku seseorang yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban pada organisasi tersebut.

b.

Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin menurut (Mangkunegara, ) Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten, dan impersonal.

1) Pemberian Peringatan Pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian surat peringatan adalah agar pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya. Disamping itu pula surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai

2) Pemberian Sanksi Harus Segera Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberi sanksi yang sesuai dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar pegawai yang bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di organisasi. Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada. Disamping itu, memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin organisasi

3) Pemberian Sanksi Harus Konsisten Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku pada organisasi. Ketidakkonsistenan pemberian sanksi dapat mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya sanksi, dan pengabaian disiplin

4) Pemberian Sanksi Harus Impersonal Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan pegawai, tua-muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa displin kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di organisasi c.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin

Hamali (2018) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai disebuah organisasi. Di antaranya ialah besar/kecilnya pemberian kompensasi, ada/tidaknya keteladanan pemimpin organisasi, ada/tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan, keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan, ada/tidaknya pengawasan pimpinan, ada/tidaknya perhatian terhadap para pegawai, dan diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

d. Indikator Disiplin
Menurut Hasibuan (2017) yaitu sebagai berikut : 1) Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai 2) Teladan Pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh bawahannya 3) Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi atau pekerjaannya

4) Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya

5) Waskat (Pengawasan Ketat) Tindakan nyata paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai di organisasi

6) Sanksi Hukuman Sanksi dan hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai

7) Ketegasan Ketegasan pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan

8) Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan pimpinan harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal di antara semua pegawainya.

2. Pelatihan a. Definisi Pelatihan
Penggunaan istilah (training) dikemukakan oleh para ahli, yaitu Dale Yoder menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengawas.

Edwin B.Flippo menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana, istilah yang dikemukakan olehnya ialah training operative personal. J.C Denyer menggunakan istilah-istilah induction training, job training, supervisory training, dan management training.

Wexley dan Yukl dalam Mangkunegara (2017) mengemukakan bahwa

“Training and development are term is referring to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge and attitudes by

organization members”. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa “Development focuses more on improving the decision making and human relations skills and the presentation of a more factual an d narrow subject matter”. Pendapat tersebut

lebih memperjelas mengenai penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Wexley dan Yukl berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.

Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan menengah, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai tingkat bawah (pelaksana).

Hamali (2018) pelatihan yaitu bagian dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat di praktikan. Pelatihan pada umumnya dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat.

Siagian dalam Sahanggamu dan Mandey (2014) pelatihan yaitu proses belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu secara konsepsional dapat dikatakan bahwa pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang.

Sikula dalam Tuhumena, dkk (2017) pelatihan yaitu suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas.

Salmah dalam Tanujaya (2015) pelatihan yaitu setiap usaha untuk memperbaiki performa pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi jawabnya atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaan supaya efektif. Pelatihan menjadi sangat penting agar pegawai dapat meningkatkan kemampuan dan keahliannya.

Hasibuan dalam Anggereni (2017) pelatihan yaitu bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar system pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori.

Undang-undang No.13 Tahun 2003 pelatihan yaitu keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan yaitu usaha untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan para pegawai dalam mencapai tujuan organisasi.

b. Metode Pelatihan
Sikula dalam Mangkunegara (2017) mengemukakan metode pelatihan adalah

“On the job, vestibule, demonstration and examples, simulation, appenticeship, classroom methods (lecture, conference, case study, role, role playing, and programmed instruction), and other training methods”. Dalam hal ini Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas menggunakan metode pelatihan Off The Job Training yaitu pelatihan yang berlangsung pada waktu pegawai yang dilatih tidak melaksankan pekerjaan rutin dan dilaksankan diluar kantor kerja (Rachmawati, 2016).

c. Manfaat Pelatihan
3. Membantu organisasi untuk mengetahui tujuan

5. Membuat organisasi menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup

4. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi

3. Meningkatkan keterampilan interpersonal

2. Meningkatkan kualitas moral

1. Meningkatkan komunikasi antar grup

5. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan organisasi

4. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan organisasi

Menurut Sinambela (2017) pelatihan memiliki berbagai manfaat bagi pegawai, organisasi, dan hubungan intra dan antar grup, sebagaimana yang akan dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Manfaat pelatihan bagi pegawai, organisasi, dan hubungan intra dan antar grup1. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit

5. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan

4. Memberikan nasehat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan

3. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan

2. Membantu pegawai mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik

1. Membantu pegawai dalam membuat keputusan dan pemecahan masalalah yang lebih efektif

Hubungan Intra dan Antar grup

Manfaat Pelatihan Bagi Pegawai Organisasi

2. Memperbaiki moral SDM

d. Indikator Pelatihan
Menurut Rachmawati (2016) sebagai berikut : 1) Kesesuaian materi pelatihan 2) Peserta pelatihan 3) Fasilitas pelatihan 4) Tenaga pengajar 5) Waktu pelatihan 3.

Gaya Kepemimpinan Transformasional a. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional

Wibowo (2017) kepemimpinan transformasional yaitu perspektif kepemimpinan yang menjelaskan bagaimana pemimpin mengubah organisasi dengan menciptakan, mengkomunikasikan dan membuat model visi untuk organisasi dan memberi inspirasi pekerja untuk berusaha mencapai visi tersebut.

Kepemimpinan transformasional yaitu tentang memimpin, mengubah strategi dan budaya organisasi sehingga menjadi lebih sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Kepemimpinan transformasional adalah agen perubahan yang memberi energi dan mengarahkan pekerja serangkaian nilai-nilai dan perilaku baru organisasi (Wibowo, 2017).

Robbins (2013) para pemimpin transformasional yaitu pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk melampaui kepentingan diri mereka sendiri dan berkemampuan untuk memiliki pengaruh secara mendalam dan luar biasa terhadap para pengikutnya.

Wibowo (2017) organisasi memerlukan kepemimpinan transformasional. Karena kepemimpinan transformasional mengarahkan organisasi pada tindakan yang lebih baik.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang mampu merubah organisasi sesuai lingkungannya serta memberikan inspirasi kepada bawahan untuk mengikutinya.

b. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Wibowo (2017) kepemimpinan transformasional mempunyai karakteristik, yaitu sebagai berikut : 1) Charisma. Menyediakan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, mendapatkan penghormatan dan kepercayaan 2) Inspiration. Mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan usaha, mengekspresikan maksud penting dengan cara sederhana

3) Intellectual simulation. Meningkatkan kecerdasan, rasionalitas dan mengatasi masalah secara hati-hati 4) Individualized consideration. Memberikan perhatian secara personal, memperlakukan masing-masing pegawai secara individual, memberi coach, nasihat.

c. Gaya Kepemimpinan Transformasional Bekerja

Para pemimpin transformasional lebih efektif karena mereka kreatif, selain itu mereka mendorong para pengikutnya agar menjadi kreatif juga. Organisasi dengan pemimpin yang transformasional menunjukkan kesepakatan yang lebih tinggi diantara para pimpinan mengenai tujuan organisasi, yang menghasilkan kinerja organisasi yang lebih unggul. Para pemimpin ini dapat meningkatkan efektifitas diri pengikut, memberikan kelompok suatu semangat “pasti dapat melakukan”. Para pengikut lebih cenderung untuk mengejar tujuan-tujuan yang ambisius, menyetujui tujuan strategis dari organisasi, dan meyakini bahwa tujuan yang mereka kejar tersebut sangat penting secara pribadi (Robbins, 2013).

d. Faktor-Faktor Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional peduli dengan perbaikan kinerja pengikut, dan mengembangkan pengikut ke potensi maksimal mereka. Orang yang melakukan kepemimpinan transformasional sering kali memiliki kumpulan nilai serta prinsip internal yang kuat. Mereka efektif dalam memotivasi pengikut untuk bertindak dalam cara mendukung kepentingan yang lebih besar, daripada kepentingan mereka sendiri (Northouse, 2017). Berikut merupakan faktor-faktor kepemimpinan transformasional (Northouse, 2017) : 1) Pengaruh ideal, merupakan pemimpin yang bertindak sebagai teladan yang kuat bagi pengikut. Pengikut menghubungkan dirinya dengan pemimpin ini dan sangat ingin menirukan mereka. Pemimpin ini biasanya memiliki standar yang sangat tinggi akan moral dan perilaku yang etis, serta bisa diandalkan untuk melakukan hal yang benar.

2) Motivasi yang menginspirasi, menggambarkan pemimpin yang mengkomunikasikan harapan tinggi kepada pengikut, menginspirasi mereka lewat motivasi untuk menjadi setia dan menjadi bagian dari visi bersama dalam organisasi.

3) Rangsangan intelektual, hal ini mencakup kepemimpinan yang merangsang pengikut untuk bersikap kreatif dan inovatif serta merangsang keyakinan dan nilai mereka sendiri, seperti juga menilai dan keyakinan pemimpin serta organisasi. Jenis kepemimpinan ini mendukung pengikut ketika mencoba mendekatkan baru dan mengembangkan cara inovatif untuk mengahadapi masalah organisasi.

4) Pertimbangan yang diadopsi, faktor ini mewakili pemimpin yang memberikan iklim yang mendukung, dimana mereka mendengarkan dengan saksama kebutuhan masing-masing pengikut. Pemimpin bertindak sebagai pelatih dan penasehat sambil mencoba untuk membantu pengikut benar-benar mewujudkan apa yang diinginkan. Pemimpin ini mungkin menggunakan delegasi untuk membantu pengikut tumbuh lewat tantangan pribadi.

e. Indikator Gaya Kepemimpinan Transformasional
Northouse (2017) yaitu sebagai berikut : 1) Pengaruh ideal, merupakan pemimpin yang bertindak sebagai teladan yang kuat bagi pengikut.

2) Motivasi yang menginspirasi, menggambarkan pemimpin yang mengkomunikasikan harapan tinggi kepada pengikut, menginspirasi mereka lewat motivasi untuk menjadi setia dan menjadi bagian dari visi bersama dalam organisasi.

3) Rangsangan intelektual, hal ini mencakup kepemimpinan yang merangsang pengikut untuk bersikap kreatif dan inovatif serta merangsang keyakinan dan nilai mereka sendiri

4) Pertimbangan yang diadopsi, faktor ini mewakili pemimpin yang memberikan iklim yang mendukung, dimana mereka mendengarkan dengan saksama kebutuhan masing-masing pengikut 4.

Kinerja Pegawai

a. Definisi Kinerja Mangkunegara (2017) kinerja berasal dari kata job performance atau

actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Nurlaila dalam Syuaib (2017:146), performance atau kinerja yaitu hasil atau keluaran dari suatu proses. Luthans dalam Syuaib (2017) kinerja yaitu kuantitas dan kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan. Rivai dan Basri dalam Syuaib (2017) kinerja yaitu hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama.

Mathis dan Jackson dalam Syuaib (2017) kinerja pada dasarnya yaitu sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Fahmi dalam Katiandagho, dkk (2014) kinerja secara umum yaitu gambaran prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam operasionalnya. Sebuah organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya pendukung utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan turut memajukan organisasi sebagai suatu wadah peningkatan kinerja. Kedudukan startegis untuk meningkatkan kinerja organisasi adalah pegawai, yaitu individu-individu yang bekerja pada suatu organisasi.

Sinambela dalam Triasmoko, dkk (2014) kinerja yaitu kemampuan dalam melakukan suatu keahlian tertentu. Kinerja sangatlah diperlukan, sebab dengan kinerja akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, sehingga diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan.

Hasibuan dalam Lina (2014) kinerja yaitu gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat seseorang bekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, maka semakin besarlah kinerja pegawai yang bersangkutan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja yaitu hasil dari suatu proses atau aktivitas pada fungsi tertentu yang dilaksanakan seseorang, baik sebagai individu, maupun sebagai anggota dari suatu kelompok atau organisasi pada periode tertentu yang hasilnya dapat dinikmati oleh organisasinya.

b. Faktor-faktor Kinerja Menurut Mangkunegara (2017) Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith

Davis, yang merumuskan bahwa: 1) Human Performance = Ability + Motivation 2) Motivation = Attitude + Situation 3) Ability = Knowlegde + Skill

Pembahasan mengenai permasalahan kinerja pegawai maka tidak lepas dari berbagai macam faktor yang menyertai diantaranya : 1) Faktor kemampuan (abillity)

Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai yang memiliki

IQ diatas rata-rata ( ) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

2) Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapai situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan kerja.

c. Indikator kinerja menurut Sedarmayanti dalam Mahendra (2015) :
1) Prestasi Kerja Prestasi kerja yaitu keterampilan yang dimiliki pegawai untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam penyelesaian tugas

2) Tanggung jawab Tanggung jawab yaitu pegawai memiliki rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik

3) Kejujuran Kejujuran yaitu penyampaian sesuatu yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

4) Kerjasama Kerjasama yaitu kemampuan pegawai dalam bekerjasama dengan rekan sekerjanya

5) Inisiatif Inisiatif yaitu kemampuan pegawai dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan serta mampu mengambil keputusan dalam keadaan mendesak

6) Ketepatan waktu Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya waktu penyelesaian pekerjaan dengan waktu yang ditetapkan sebelumnya

7) Tingkat kesalahan kerja Tingkat kesalahan kerja yaitu kemampuan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa adanya kesalahan

8) Kecepatan kerja Kecepatan kerja yaitu seberapa cepat pegawai mampu menyelesaikan pekerjaan rutin tanpa mengurangi kualitas kerja

B. Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut ini hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan disiplin, pelatihan dan gaya kepemimpinan transformasional dilihat sebgai berikut:

Tabel 2.2 Hasil Penelitian TerdahuluNama dan Variabel Penelitian

No Tahun Hasil Penelitian yang Digunakan Penelitian

1. Tindow, dkk Disiplin Kerja Disiplin kerja berpengaruh positif (2014) dan signifikan terhadap kinerja karyawan

2. Sidanti Disiplin Kerja Disiplin kerja berpengaruh positif (2015) dan signifikan terhadap kinerja pegawai

3. Mahendra Disiplin Kerja Disiplin kerja dan gaya dan Mujiati Gaya kepemimpinan transformasional (2015) Kepemimpinan secara parsial berpengaruh positif

Transformasional dan signifikan terhadap kinerja karyawan

4. Indryani dan Disiplin Kerja Disiplin kerja berpengaruh positif Budiarti dan signifikan terhadap kinerja (2016) karyawan

5. Salutondok Disiplin Kerja Disiplin kerja secara parsial dan Soegoto berpengaruh positif dan signifikan (2015) terhadap kinerja pegawai

6. Sujatmiko Disiplin Kerja Disiplin kerja secara parsial dan Realize berpengaruh positif dan signifikan (2018) terhadap kinerja karyawan

No Nama dan

14. Putri dan Iskandar (2016)

signifikan terhadap kinerja karyawan

Training Pelatihan berpengaruh positif

18. Onyango, Wanyoiko (2014)

terhadap kinerja

Training Pelatihan berpengaruh signifikan

17. Afroz (2018)

terhadap kinerja

Training Pelatihan berpengaruh signifikan

16. Ramya (2016)

terhadap kinerja

Training Pelatihan berpengaruh signifikan

15. Al-Mzary, and friends (2015)

Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Tahun Penelitian

Pelatihan Kerja Pelatihan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

Variabel Penelitian yang Digunakan Hasil Penelitian

7. Tanujaya (2015)

Pelatihan Kerja Pelatihan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

8. Rachmawati (2016)

Pelatihan Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

9. Andayani dan Makian (2016)

10. Tuhumena, dkk (2017)

Gaya Kepemimpinan Transformasional

Pelatihan Pelatihan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

11. Anggereni (2017)

Pelatihan Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

12. Citraningtyas dan Djastuti (2017)

Pelatihan Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

13. Murtiningsih (2015)

Sumber : Diolah Sendiri, (2019)

C. Kerangka pemikiran
Terdapat 3 variabel independen dalam penelitian ini yaitu disiplin (X1), pelatihan (X2), dan gaya kepemimpinan transformasional (X3) dan 1 variabel dependen yaitu kinerja (Y) adapun hubungan yang terkait berikut penjelasannya: 1.

Hubungan disiplin (X1) terhadap kinerja (Y)

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa disiplin mampu mempengaruhi kinerja. Tindow, dkk (2014) memperlihatkan hasil bahwa disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Semakin tinggi tingkat kedisiplinan karyawan berpengaruh untuk meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sidanti (2015) bahwa variabel disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS di Sekretariat DPRD Kota Madiun. Sehingga dengan adanya disiplin kerja maka kinerja pegawai dapat meningkat.

Mahendra dan Mujiati (2015) memperlihatkan hasil bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Arma Museum and Resort. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik disiplin kerja yang dilakukan kepada karyawan maka kinerja akan mengalami peningkatan.

Sujatmiko dan Realize (2018) memperlihatkan hasil bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT Cipta Catur Mahkota. Hal ini menunjukkan bahwa apabila disiplin kerja ditingkatkan maka semakin tinggi kinerja karyawan.

2. Hubungan pelatihan (X2) terhadap kinerja (Y)
Tanujaya (2015) memperlihatkan hasil bahwa variabel pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Departemen Produksi PT Coronet Crown. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang tepat mampu mempengaruhi kinerja dari karyawan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian lainnya yang dilakukan oleh Andayani dan Makian (2016) memperlihatkan hasil bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pelatihan mampu memberikan tambahan pengetahuan kepada karyawan dalam bekerja.

Tuhumena, dkk (2017) memperlihatkan hasil bahwa pelatihan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Pegadaian (Persero) Kantor Wilayah V Manado. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja karyawan. Citraningtyas dan Djastuti (2017) memperlihatkan hasil bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Hotel Megaland Solo. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan mampu memberikan dorongan kepada karyawan untuk meningkatkan kinerja.

3. Hubungan gaya kepemimpinan transformasional (X3) terhadap kinerja (Y)
Pada prinsipnya gaya kepemimpinan transformasional memotivasi pegawai untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan keyakinan diri pegawai yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtiningsih (2015) memperlihatkan hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat RSI Siti Aisyah Madiun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja maka semakin baik pula kinerja seseorang.

Mahendra dan Mujiati (2015) memperlihatkan hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Arma Museum and Resort. Hal ini menunjukkan bahwa apabila gaya kepemimpinan transformasional diterapkan dengan baik oleh pimpinan, maka dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Berdasarkan penjelasan kerangka pemikiran tersebut maka gambar kerangka pemikirannya sebagai berikut : Disiplin

(X1) H1

Pelatihan Kinerja

H2 (X2)

(Y) H3

Gaya Kepemimpinan

Transformasional (X3)

H4

Gambar 2.1. Kerangka PemikiranKeterangan : > : hubungan secara parsial > : hubungan secara simultan

D. Hipotesis
Sugiyono dalam Nugroho, dkk (2015) hipotesis yaitu jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan. Belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis tersebut baru dapat diuji kebenarannya lewat penganalisaan dan penelitian.

Berdasarkan landasan teori, dan kerangka pemikiran yang dikemukakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H

1 : Disiplin berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

H

2 : Pelatihan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

H

3 : Gaya Kepemimpinan Transformasional berpengaruh positif signifikan

terhadap kinerja H : Disiplin, pelatihan dan gaya kepemimpinan transformasional secara

4

simultan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja