Tata Cara Bersuci Wudhu Bagi Orang Sakit

Penjelasan lengkap tentang panduan cara bersuci wudhu / tayamum bagi orang sakit. TATA CARA BERSUCI BAGI ORANG SAKIT Berikut ini beberapa faidah ringkas yang disampaikan oleh al-‘Allâmah Muhammad Bin Shalih al-‘Utsaimîn terkait bersuci bagi orang yang sedang sakit. Semoga poin-poin yang ringkas ini bermanfaat : 1. Kewajiban Bersuci Dari Hadats Dengan Air. Kata beliau rahimahullah, يجب على المريض أن يتطهر بالماء، فيتوضأ من الحدث الأصغر و يغتسل من الحدث الأكبر. “Wajib bagi orang yang sedang sakit untuk bersuci dengan air. Dia berwudhu dengan air dari hadats kecil (seperti : hadats karena buang air besar dan kecil, atau buang angin). Dan mandi dari hadats besar (seperti : junub, haidh atau nifas).” 2. Bertayammum Jika Ada Udzur Syar’i. Beliau berkata, فإن كان لا يستطيع الطهارة بالماء؛ لعجزه أو خوف زيادة المرض أو تأخر برئه فإنه يتيمم. “Jika seorang yang sakit tidak bisa bersuci dengan air; – entah karena tidak ada kemampuan pada dirinya untuk bersuci dengan air, – atau karena takut semakin bertambah parah sakitnya. – atau khawatir semakin lama proses sembuhnya, Maka dia bersuci (dari hadats kecil/besar) dengan cara tayammum.” 3. Tata Cara Ringkas Bertayammum. Kata beliau, كيفية التيمم أن يضرب الأرض الطاهرة بيديه ضربة واحدة، يمسح بهما جميع وجهه، ثم يمسح كفيه بعضا ببعض. “Tata cara tayamum, adalah orang tersebut (berniat untuk bersuci) dengan menepukkan kedua tangannya ke tanah suci (yang mengandung debu) sekali tepukan. Kemudian dia usapkan keduanya ke wajah dia secara merata. Lalu ia usapkan (secara merata -luar & dalam-) kedua telapak tangan tersebut, sebagian yang satu dengan sebagian yang lain.” 4. Bersuci Dengan Bantuan Orang Lain. Al-‘Allâmah Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, فإن لم يستطع أن يتطهر بنفسه فإنه يوضؤه أو يممه شخص آخر. “Jika orang yang sakit tidak mampu bersuci sendiri, maka orang lainlah yang mewudhu’kan atau mentayammumkannya.” Keterangan : ▪️ Misal jika orang sakit tidak mampu berwudhu’ namun masih bisa bersuci dengan air, maka orang yang membantu tersebut, membasuh anggota wudhu’ orang yang sakit dengan air. ▪️ Misal orang yang tidak mampu tayammum, maka orang lain yang membantu tayammum menepukkan kedua tangannya ke tanah suci sekali tepukan, lalu mengusapkan keduanya ke wajah orang yang sakit, kemudian mengusapkan ke kedua telapak tangannya secara merata -bagian punggung dan perut tangan- sampai pergelangan, dan tidak sampai siku seperti berwudhu’. 5. Jika Pada Anggota Tubuh Yang Disucikan Terdapat Luka. Beliau menerangkan, إذا كان في بعض أعضاء الطهارة جرح فإنه يغسله بالماء. فإن كان الغسل بالماء يؤثر عليه، مسحه مسحا، فيبل يده بالماء و يمرها عليه. فإن كان المسح يؤثر عليه أيضا، فإنه يتيمم عنه. “Apabila di sebagian anggota tubuh yang harus disucikan terdapat luka, maka luka tersebut tetap harus dibasuh dengan air (atau mengalirkan air ke tempat tersebut). Dan apabila dibasuh dengan air akan berdampak sesuatu kepada luka itu (misal : sakitnya bertambah parah atau semakin lama proses sembuhnya), maka bagian yang terluka tersebut diusap dengan satu kali usapan. Caranya adalah membasahi tangan dengan air, lalu luka tersebut diusap dengan tangan yang sudah basah, (bukan dibasuh/dialiri air -Pen.). Namun jika diusap juga akan berdampak kepada luka, maka dalam kondisi ini diperbolehkan baginya untuk bertayammum.” 6. Cara Bersuci Bagi Orang Sakit Yang Menggunakan Gibs dan Perban . Al-‘Allâmah Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah mengatakan, إذا كان في بعض أعضائه كسر مشدود عليه خرقة أو جبس، فإنه يمسح عليه بالماء بدلا عن غسله، و لا يحتاج إلى التيمم لأن المسح بدل عن الغسل. “Jika pada anggota tubuh seseorang mengalami patah dan dikuatkan dengan balutan kain (perban) atau gibs, maka bagi dia cukup mengusapnya dengan air (ketika bersuci) sebagai ganti dari membasuh. Dan tidak perlu dia beralih ke tayammum, karena mengusap (bagian tersebut) sudah sebagai ganti dari membasuh.” 7. Bolehnya Tayammum Pada Tempat-tempat Yang Mengandung Debu. Beliau mengatakan, يجوز أن يتيمم على الجدار أو على شيء آخر طاهر له غبار، فإن كان الجدار ممسوحا بشيء من غير جذب الأرض كالبوية فلا يتيمم عليه إلا أن يكون له غبار. “Diperbolehkan bagi orang yang sakit untuk bertayammum ke tembok atau tempat suci lain yang mengandung debu. Namun apabila tembok tersebut dilapisi dengan sesuatu yang bukan tanah -seperti : Cat-, maka dia tidak bertayammum kepada tembot tersebut, kecuali jika padanya mengandung debu.” 8. Cara Bersuci Bagi Yang Tidak Mampu Bertayammum Ke Tanah Suci Atau Tembok Yang Berdebu. Beliau mengatakan, إذا لم يمكن التيمم على الأرض أو الجدار أو شيء آخر له غبار، فلا بأس أن يوضع تراب في إناء أو منديل و يتيمم منه. “Apabila tidak bisa bertayammum ke tanah atau ke tembok, atau ke tempat suci lain yang mengandung debu, Maka tidak mengapa untuk meletakkan tanah di sebuah bejana atau di atas sapu tangan, (tisu, atau kain) lalu dia bertayammum dari tanah tersebut.” 9. Bertayammum Sekali Untuk Shalat Berikutnya, Dan Dari Janabah Selama Tidak Ada Pembatal. Al-‘Allâmah Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah mengatakan, إذا تيمم لصلاة و بقي على طهارته إلى وقت الصلاة الأخرى، فإنه يصليها بالتيمم الأول و لا يعيد التيمم للصلاة الثانية؛ لأنه لم يزل على طهارته و لم يوجد ما يبطلها. و إذا تيمم عن جنابة فإنه لا يعيد التيمم عنها إلا أن يحدث له جنابة أخرى، و لكن يتيمم في هذه المدة عن الحدث الأصغر. ➖”Apabila dia bertayammum untuk shalat, dan masih tetap padanya kesucian sampai pada shalat berikutnya, maka cukup baginya untuk shalat dengan tayammum yang pertama dan tidak perlu bagi dia bertayammum lagi untuk shalat yang ke-2; Karena dia senantiasa dalam kondisi suci, dan tidak muncul sesuatu yang membatalkannya. ➖Dan demikian Jika dia bertayammum dari Janabah (Hadats Besar), maka tidak perlu bertayammum lagi darinya kecuali jika muncul pada dirinya Janabah yang lain. Namun tetap bagi dia untuk bertayammum dari hadats kecil pada masa durasi (antara janabah 1 ke Janabah lain tersebut).” 10. Kewajiban Membersihkan Yang Najis Dari Badan Orang Sakit, Dan Kondisi Jika Tidak Mampu. يجب على المريض أن يطهر بدنه من النجاسات، فإن كان لا يستطيع صلى على حاله، و صلاته صحيحة و لا إعادة عليه. “Wajib bagi orang sakit untuk membersihkan badannya dari segala yang najis. Namun jika dia tidak mampu melakukan, dia shalat sesuai dengan kondisinya. Dan shalatnya Sah, Tanpa perlu diulang. 11. Kewajiban Menggunakan Pakaian Yang Suci, Dan Kondisi Jika Tidak Mampu. يجب على المريض أن يصلي بثياب طاهرة، فإن تنجست وجب غسلها أو إبدالها بثياب طاهرة. فإن لم يمكن صلى على حاله، و صلاته صحيحة و لا إعادة عليه. “Wajib bagi orang sakit untuk mengerjakan shalat dengan pakaian yang suci. Jika pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang suci. Jika tidak mungkin untuk melakukannya, dia shalat dalam keadaan seperti itu, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi. 12. Kewajiban Untuk Shalat Di Tempat Yang Suci, Dan Kondisi Jika Tidak Mampu. يجب على المريض أن يصلي على شيء طاهر فإن تنجس مكانه وجب غسله أو إبداله بشيء طاهر أو يفرغ عليه شيئا طاهرا ، فإن لم يمكن يصلي على حاله و صلاته صحيحة و لا إعادة عليه. “Wajib bagi orang sakit untuk shalat di atas sesuatu yang suci (seperti alas kasur, bantal dan semisalnya). Dan jika tempatnya najis, maka wajib dicuci, atau diganti dengan sesuatu yang suci, atau dihamparkan alas lain yang suci. Namun jika tidak mungkin, maka dia shalat di atas kondisinya tersebut, dan shalatnya sah, tidak perlu mengulang.” 13. Sakit Bukan Dalih Untuk Terlambat Shalat. Al-‘Allâmah Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah mengatakan, لا يجوز للمريض أن يؤخر الصلاة عن وقتها من أجل العجز عن الطهارة، بل يتطهر بقدر ما يمكنه أن يصلي الصلاة في وقتها، و لو كان على بدنه أو ثوبه أو مكانه نجاسة يعجز عن إزالتها قال تعالى : فاتقوا الله ما استطعتم. “Tidak boleh bagi orang yang sakit untuk mengakhirkan shalat dari (awal) waktu pelaksanaannya; karena alasan tidak mampu untuk bersuci. Bahkan dia bersuci, sesuai dengan kadar tata cara yang dia mampui dalam pelaksanaan shalat pada waktunya. Walaupun pada badannya, atau baju, atau tempatnya terdapat najis yang tidak mampu untuk dihilangkan; Allah Ta’ala Berfirman, {Bertakwalah kepada Allah Semampu kalian}. 14. Cara Bersuci Bagi Orang Sakit Yang Beser. إذا كان الإنسان مصابا ببول يخرج باستمرار فإنه لا يتوضأ لصلاة الفريضة إلا بعد دخول وقتها، فيغسل فرجه ثم يلف عليه شيئا طاهرا يمنع من تلوث ثيابه و بدنه، ثم يتوضأ و يصلي، و هكذا يفعل لكل صلاة مفروضة. “Jika seorang menderita sakit (beser) dengan air kencing yang keluar terus menerus, – maka tidaklah dia bersuci untuk shalat yang wajib kecuali setelah masuk pada waktunya. – lalu ia cuci kemaluanya. – kemudian ia balut kemaluannya dengan sesuatu yang suci, yang mencegah dari kontaminasi (najis) dengan badan dan bajunya (semisal pempers atau popok -pen.). – Lalu dia berwudhu dan shalat. Demikian cara yang ia lakukan setiap melaksanakan shalat-shalat yang wajib.” فإن شق عليه جاز أن يجمع بين الظهر و العصر، أو بين المغرب و العشاء؛ أما صلاة النافلة فيفعل لها ما ذكرنا إذا أراد فعلها، إلا أن يكون في وقت فريضة فيكفيه الوضوء للفريضة. Jika dia merasa berat, boleh baginya untuk menjamak shalat dzuhur dan ashar, atau maghrib dan Isya.¹ Adapun shalat yang sunnah (bukan wajib), maka ia laksanakan persis seperti apa yang kita sebutkan caranya jika dia ingin melaksanakan shalat. Kecuali dalam waktu pelaksanaan shalat yang wajib, maka mencukupi dia dengan wudhu shalat yang wajib tersebut.” [Minal Ahkâm al-Fiqhiyyah Fith Thahârah Wash Shalâh: hal 25] Bolehnya orang yang sakit untuk menjamak shalat dzuhur dan ashar atau maghrib dan isya tanpa di-Qashar 2 rakaat 2 rakaat seperti safar; karena mengqashar shalat hanyalah kekhususan bagi seorang musafir. (Lihat fatwa Ibnu Bâz : Hukmu Qashrish Shalâh wa Jam’iha Lilmarîdh) ???? ???? Silakan ikuti dan bagikan TELEGRAM : /tg_AM ARCHIVE : /arc_AM