Cara Menghitung PPN 11 Persen

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Cara Menghitung PPN 11 Persen | Jasa Konsultan Pajak di Bali & Jakarta

Pengertian PPN / VAT (Value Added Tax)
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) merupakan pajak yang dipungut atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam pendistribusian dari produsen ke konsumen. PPN disebut juga Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung yang artinya pajak disetorkan oleh pihak lain atau pedagang yang bukan termasuk penanggung pajak. Kata lain, penanggung pajak tidak perlu menyetorkan secara langsung pajak yang ia tanggung.

Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pihak yang wajib untuk melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sesuai dengan PMK nomor 197/PMK.03/2013, PKP dapat berupa pengusaha orang pribadi maupun badan yang memiliki jumlah hasil penjualan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) lebih dari Rp4,8 miliar setahun.

Bagi PKP yang memiliki omzet dibawah dari Rp4,8 miliar tidak diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Namun, pengusaha tersebut masih dapat diperbolehkan memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.

Syarat subjektif dan objektif
Syarat subjektif dan objektif adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pengusaha baik wajib pajak pribadi ataupun wajib pajak badan untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Adapun syarat subjektif ketika mengajukan PKP, diantaranya sebagai berikut :

1. Laporan keuangan bulan terakhir (neraca atau laporan laba-rugi)
2. Daftar aset perusahaan secara terperinci
3. Foto tempat kegiatan usaha
4. Denah lokasi kegiatan usaha
5. Syarat objektif

Syarat objektif yang harus dipenuhi agar menjadi PKP, diantaranya :

1. Melakukan pengisian formulir pengajuan PKP (formulir berisi cap jika permohonan adalah badan usaha)
2. KTP (Kartu Tanda Penduduk) dari Pemilik Usaha atau direktur (Fotokopi )
3. NPWP perusahaan (Fotokopi)
4. Surat Izin Usaha Perdagangan dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) (Fotokopi)
5. NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah) serta Tanda Daftar Perusahaan (TDP) (Fotokopi)
6. Akta perusahaan (Fotokopi)
7. Surat kuasa bermaterai (jika proses pengurusan dilakukan selain pimpinan atau direktur)
8. Syarat subjektif

PKP melakukan pelaporan PPN paling lambat adalah pada akhir bulan berikutnya. Pelaporan PPN wajib melalui website -efaktur.pajak.go.id/.

Selain itu dalam PPN, terdapat istilah pajak masukan dan pajak keluaran. Pajak masukan adalah PPN yang dibayarkan saat PKP membeli atau memperoleh Barang / Jasa Kena Pajak. Untuk pajak keluaran adalah PPN yang dipungut oleh PKP saat menyerahkan atau menjual Barang / Jasa Kena Pajak.

Objek Pajak
Objek Pajak adalah Barang atau Jasa yang menjadi sumber pendapatan yang dikenakan atas pajak. Ada beberapa yang menjadi objek pajak diantaranya :

1. Penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan/atau JKP (Jasa Kena Pajak) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5. Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud serta ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Tarif PPN
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 42 Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1. Tarif Umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebesar 10%
2. Besaran Tarif Khusus PPN adalah 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud serta ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)
3. Perubahan tarif pajak dapat berubah menjadi paling rendah, yakni 5% dan menjadi paling tinggi 15% sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah

Tarif PPN Terbaru 2022
Bertepatan pada 1 April 2022, tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) telah mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar 10% menjadi 11%. Kenaikan tersebut diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang UU HPP.

Tarif Umum PPN 11% (sebelas persen) berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan tarif PPN 12% berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari Cara Menghitung PPN 11 Persen dapat menggunakan rumus :Tarif PPN Terbaru x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)atau10% / 11% x DPP

Simak contoh cara menghitung PPN keluaran dan PPN masukan berikut.

1. Pak Kusmar adalah pengusaha dengan status PKP di bidang usaha elektronik. Ia menjual BKP berupa AC (Air Conditioner) pada PT. Budidaya sebanyak 50 Unit dengan harga satuan Rp2.000.000. Maka, PPN terutang yang perlu disetorkan yaitu :

Harga Satuan = Rp2.000.000

Jumlah AC terjual = 50 unit

Total penjualan = 30 x Rp2.000.000 = Rp60.000.000

Besar PPN yang ditetapkan oleh pemerintah adalah 11%.

Maka besar PPN Keluaran yang harus ditanggung Pak Kusmar adalah 11% x Rp60.000.000 = Rp6.600.000

Contoh cara menghitung PPN Masukan :

1. PT. Sejahtera adalah perusahaan yang telah dikukuhkan menjadi PKP. Pada Agustus hingga September 2021, PT. Sejahtera telah terhitung melakukan beberapa transaksi BKP. Agustus 2021, atas pembelian BKP, PPN keluaran yang dikenakan adalah Rp25.000.000, sedangkan PPN masukannya adalah Rp40.000.000. Maka selisih yang dimiliki PT. Sejahtera pada bulan Agustus sebesar Rp15.000.000. Selisih tersebut merupakan PPN lebih bayar dikarenakan nilai PPN masukan lebih besar dari PPN keluaran.
2. Pada September 2021, PPN masukan tercatat adalah Rp20.000.000 dan PPN keluaran sebesar Rp55.000.000.
3. Maka pada bulan September, PT. Sejahtera memiliki selisih sebesar Rp35.000.000 dengan status kurang bayar karena nilai PPN keluaran lebih besar dari PPN masukan.

Maka Total PPN yang harus ditanggung PT. Sejahtera adalah Rp35.000.000 – Rp10.000.000 = Rp25.000.000.

Nilai tersebut menjadi PPN Masa Bulan September yang dimiliki PT. Sejahtera dan harus dilunasi dalam waktu yang ditentukan.