Beberapa Aliran Filsafat Menurut Pendapat Para Ahli Pengantar Filsafat

Istilah idealisme yang menunjukkan suatu pandangan dalam filsafat belum lama dipergunakan orang. Namun demikian, pemikiran tentang ide atau idea telah lama dikemukakan oleh Plato sekitar 2400 tahun yang lalu. Menurut Plato, realitas yang fundamental ialah ide atau idea, sedangkan realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide atau idea tersebut. Ini berarti bahwa dibelakang alam empiris atau alam fenomena yang kita hayati terdapat alam ideal ataualam esensi. Bagaimana implikasi dari pandangan idealisme ini. Bagi kelompok idealis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral manusia. Mereka juga berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar antara manusia dan alam. Manusia memang merupakan bagian dari proses alam, tetapi ia juga bersifat spiritual, karena manusia memiliki akal, jiwa, budi dan nurani. Kelompok yang mengikuti pandangan ini cenderung menghormati kebudayaan dan tradisi, sebab mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai kehidupan itu memiliki tingkat yang lebih tinggi dari sekedar nilai kelompok individu. Ini menunjukkan bahwa kekuatan idealisme terletak pada segi mental dan spiritual kehidupan. Sejak zaman kuno hingga pertengahan abad ke-4, pendidikan di Yunani dan Romawi mempunyai tujuan yang jelas yakni membentuk manusia menjadi warga negara yang baik serta berguna bagi negara dan bangsa. Mulai abad ke-5 hingga abad ke-14, yang dalam sejarah Eropa disebut sebagai abad pertengahan, tujuan pendidikan dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan hidup abadi dan mengatasi kebutuhan duniawi. Perlu diketahui bahwa dalam abad kegelapan yaitu dari abad ke-5 sampai dengan abad ke-10, justru di negara-negara Timur mulai timbul perkembangan pesat dalam ilmu kealaman. Sejak abad ke-15 yang disebut dengan masa kebangkitan kembali atau renaissance yang berkembang di Italia, timbul pandangan humanisme yang didukung oleh berbagai penemuan, seperti mesin cetak serta ditemukannya benua Amerika dan India oleh Columbus dan Vasco de Gama. Humanisme memiliki dua arah, yakni humanisme individu dan humanisme sosial.Humanisme individu mengutamakan kemerdekaan berpikir, mengeluarkan pendapat dan berbagai aktifitas yang kreatif. Kemampuan ini disalurkan melalui kesenian, kesusastraan, musik, teknologi dan penguasaan tentang ilmu kealaman. Humanisme sosial mengutamakan pendidikan bagi masyarakat keseluruhan untuk kesejahteraan sosial dan perbaikan hubungan antar manusia. Para penganut rasionalisme berpendapat bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez ( ) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada). Tokoh-tokoh lainnya adalah John Locke ( ), J.J. Rousseau ( ) dan Basedow ( ). John Locke terkenal sebagai tokoh filsafat dan pendidik dengan pandangannya tentang tabularasa dalam arti bahwa setiap insan diciptakan sama, sebagai kertas kosong. Dengan demikian melatih atau memberikan pendidikan untuk pandai menalar merupakan tugas utama pendidikan formal. J.J. Rousseau adalah seorang tokoh pendidikan yang berpandangan bahwa seorang anak harus dididik sesuai dengan kemampuannya atau kesiapannya menerima pendidikan. Jadi anak harus dipandang sesuai dengan alamnya dan jangan dipandang dari sudut orang dewasa saja. J.B. Basedow berpandangan bahwa pendidikan harus membentuk kebijaksanaan, kesusilaan dan kebahagiaan. Pada tahun 1774 ia mendirikan sekolah Philantropirum dengan mata pelajaran bahasa Prancis, Latin, Yunani, ilmu pasti, ilmu kealaman (ilmu bumi, ilmu hayat dan ilmu alam), musik, menggambar dan pendidikan jasmani. Asal kata empirismeadalah empira yang berarti kepercayan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience). Francis Bacon ( ) telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan menggunakan metode induksi. Menurutnya ilmu akan dapat berkembang melalui pengamatan dan eksperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen. Selanjutnya, dibawah Thomas Hobbes ( ), John Locke dan lain-lain, empirisme sangat berkembang. Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Hal ini menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme.Sesuai dengan kodratnya, manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain. John Locke ( ) berpandangan bahwa akal tidak akan melahirkan pengetahuan dengan sendirinya. Pengalamanlah yang merupakan sumber pengetahuan. Gagasan atau ide yang timbul dari pengalaman lahiriah (sensasi) dan pengalaman batin (refleksi) merupakan sumber gagasan (ide) tunggal. Gagasan tunggal ini bergabung menjadi gagasan-gagasan majemuk dan ide-ide majemuk sehingga menimbulkan pengetahuan manusia yang beraneka ragam. Filsafat pada zaman pencerahan atau pada abad ke-18 disempurnakan oleh Emmanuel Kant ( ). Ia menjembatani kedua pandangan yaitu rasionalisme dan empirisme dan disebut kritisisme. Empirismemenghasilkan keputusan-keputusan yang bersifat sintesis yang tidak bersifat mutlak, sedangkan rasionalisme memberikan keputusan yang bersifat analitis. Berpikir merupakan proses penyusunan keputusan yang terdiri dari subyek dan predikat. Menurut Kant, baik empirismemaupun rasionalisme, masing-masing kurang memadai, karena masih ada pernyataan yang bersifat sintesis analitis, misalnya : semua kejadian ada sebabnya. Pandangan ini dikemukakan oleh Giambattista Vico pada tahun 1710 yang intinya adalah bahwa pengetahuan seseorang itu merupakan hasil konstruksi individu, melalui interaksinya dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Jean Piaget antara lain mengemukakan bahwa pengalaman tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang; baik melalui indera maupun melalui komunikasi. Pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu sendiri. Tokoh lain yakni E.von Glaserfeld dari University of Massachusetts mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang dibentuk oleh individu tersebut melalui hasil interaksi dengan lingkungannya. The Liang Gie (1987) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai suatu gejala atau peristiwa. Dalam perkembangan konstruktivisme dikenal konstruktivisme kognitif atau konstruktivisme personal, konstruktivisme sosial dan konstruktivisme kritis. Konstruktivisme kognitif dikembangkan oleh J. Piaget dan pandangannya adalah bahwa anak membangun pengetahuan melalui berbagai jalur, yakni membaca, mendengarkan, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen terhadap lingkungannya. Dengan adanya tahap-tahap perkembangan kognitif, yaitu sensori motor, praoperasi, operasi kongkret dan formal, seseorang dapat menalar apa yang dialaminya melalui mekanisme asimilasi, akomodasi dan ekuilibrium. Konstruktivisme sosial dikembangkan oleh Vigotsky yang mengatakan antara lain bahwa belajar dilakukan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial ataupun fisik seseorang. Pandangan ini kemudian dikembangkan oleh para ahli menjadi konstruktivisme kritis dalam pembelajaran dengan merangsang peserta didik menggunakan tekhnik-tekhnik yang kritis untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang bermakna bagi dirinya. Menurut paham konstruktivisme, fungsi guru berubah menjadi fasilitator yang membuat situasi kondusif agar terjadi hasil belajar dan transfer belajar yang optimal.Baqir, Ash-Shadr, Muhammad, 1995, Falsafatuna, Mizan Bandung Pusataka Belajar, Yogyakarta. Yudistira K. Garna , 2001, Ilmu-Ilmu Sosial Dasar- Konsep Posisi , Primako Akademika, Bandung. Poedjiadi Anna & Suwarma, 2002, Filsafat Ilmu, UT, Jakarta. Suriasumantri Jujun S, 1997, Ilmu dalam Perspektif, Obor Indonesia Jakarta